INILAH.COM, Giyani – Sengketa proyek pemerintah juga menjadi ‘makanan’ koruptor di Afrika Selatan (Afsel). Negara termaju di Benua Hitam ini juga digerus korupsi.
Pipa besar itu terbentang di sepanjang jalan, tak digunakan. Tadinya, pipa tersebut digunakan untuk menyalurkan air dari sebuah bendungan yang telah diselesaikan sejak enam tahun lalu, untuk didistrubsikan ke seluruh wilayah.
Namun kini, pipa itu menjadi semacam simbok keserahakan dan kerakusan pemerintah Afsel. Terutama di wilayah utara negara tersebut yang dialanda kemiskinan. Untuk mencari air bersih saja, warga harus berjalan hingga kilometer jauhnya.
Proyek air bersih ini tertunda setelah peserta lelang melayangkan tuntutan, menuding kontraktor yang terpilih merupakan hasil kongkalikong dengan pemda. Berbagai tuntutan lainnya seputar kontrak di Provinsi Limpopo juga diajukan.
Kini pemerintah pusat intervensi, mengirimkan orang untuk mengkaji proyek itu. Mereka juga berusaha melakukan penghematan anggaran pemda di bidang pendidikan , finansial, kesehatan, pekerjaan umum, transportasi dan air.
“Provinsi Limpopo telah mengeluarkan anggaran lebih dari yang dibutuhkan. Hal ini harus dihentikan,” demikian pemerintah.
Pemerintah tak perlu memberitahu dimana lokasi proyek itu. Siapapun yang berkunjung ke provinsi berpenduduk lima juta orang ini pasti melihat proyek-proyek konstruksi yang tertunda atau bahkan ditinggalkan begitu saja.
Rumah-rumah yang dibangun pemerintah untuk rakyat miskin, atapnya bocor dan dindingnya perlahan runtuh. Penghuni menyatakan, jendelanya begitu memprihatinkan sehingga maling hanya tinggal melepas frame-nya agar bisa masuk ke dalam.
Belum lagi lubang-lubang di jalan yang selama beberapa bulan dibiarkan tanpa ditambal. Hal ini berbanding terbalik dengan rumah mewah untuk politisi yang dibangun oleh kawan, kerabat hingga rekan bisnisnya.
Pemerintah pusat juga menyatakan, Pemda Limpopo membayar ‘ghost teacher’ yang memastikan aliran dana dari pusat untuk sekolah-sekolah terus mengalir. Namun, pemasok untuk rumah sakit dan klinik sama sekali tak diperhatikan.
Menurut kritik, kegagalan Limpopo disebabkan Gubernur Cassel Mathale serta seorang politisi ternama dari provinsi itu, Julius Malema. Keduanya menyatakan mereka tak melakukan hal yang salah atau ilegal.
Perwakilan Partai ANC yang berkuasa di Limpopo menyatakan, tudingan itu tak beralasan. Tuduhan korupsi terhadap Mathale dan Malema mereka bandingkan dengan menuding Irak menyimpang senjata pemusnah massal, yang akhirnya tak terbukti.
“Mana buktinya? Saya yakin ada orang-orang yang menyebarkan cerita semacam ini dengan tujuan politis,” kata jubir ANC di Limpopo, Makondele Mathiva.
Malema dikenal sebagai sosok berkuasa yang membantu Presiden incumbent Jacob Zuma menduduki jabatannya saat ini. Popularitasnya dikenal secara nasional, meski sempat meredup karena ANC memberinya sanksi disipliner selama lima tahun.
Limpopo adalah salah satu dari sembilan provinsi pertama yang didirikan oleh Afsel saat berakhirnya rezim apartheid pada 1994 lalu. Tadinya, provinsi tersebut bernama Transvaal. Sekitar 40% penduduknya pengangguran, dengan skala nasional pada 25%.
Ibukotanya, Polokwane, terlihat cukup baik dan bisa dikatakan sudah memasuki era modern abad ke-21. Banyak bangunan baru meski tak semuanya bergaya modern. Namun banyak diprotes, karena Partai ANC yang berkuasa dianggap tak peduli rakyat kecil dan korupsi.