BREAD BOARD

ABOUT BREADBOARD
Breadboard adalah PCB sementara yang dapat gunakan untuk eksperimen suatu design rangkaian elektronika. Biasanya bahan pembuatan breadboard terbuat dari plastik. Dari breadboard, dapt digunakan untuk menganalisa komponen yang salah dan yang harus diperbaiki dalam rangkaian eksperimen. Setelah semua sesuai dengan design dan keinginan maka design yang sudah ada dalam breadboard dapat dipindahkan ke dalam PCB secara permanen dengan terlebih dahulu layout melalui software.



Untuk memulai suatu merancang suatu rangkaian yang baik. disarankan, mencoba terlebih dahulu di breadboard. Tapi jangan sampai terbalik antara suplly (+) dan groundnya, karena kalau tidak komponen bisa korsleting semua. Untuk itu lihat dahulu bagan penyusunan breadboard secara benar, agar kamu tidak meletakkan komponen elektronikanya dengan salah.

Gmbr. Tata Letak Susunan Breadboard
Jadi breadboard yang paling tepi baik yang atas maupun yang bawah, semuanya akan terhubung secara horisontal. Sedangkan breadboard yang paling tengah, semuanya terhubung secara vertikal.
Secara diagram pin yang lebih lengkap bisa dilihat di bawah:



(OP-AMP)
Menurut Eyang Wikipedia, Operational Amplifier atau yang biasa disebut op-amp merupakan suatu komponen elektronika berupa integrated circuit (IC) yang terdiri atas bagian differensial amplifier, common emiter amplifier dan bagian push-pull amplifier. Bagian output Op-amp ini biasanya dikendalikan dengan umpan balik negatif (negative feedback) karena nilai gain-nya yang tinggi.
Keuntungan dari penggunaan Op Amp adalah karena komponen ini memiliki penguatan (A) yang sangat besar, Impedansi input yang besar, (Zin >>) dan Impedansi Output yang kecil (Zout <<). Selain dari itu, kemampuan interval frekuensi dari komponen ini sangat lebar. Penggunaan dari Op-amp meliputi: amplifier atau penguat biasa (non-Inverting Amplifier), Inverting Amplifier, komputer analog (operasi jumlah, kurang, integrasi, dan diferensiasi), dll. Jenis Op-amp yang popular dipakai adalah chip μA741 yang dibuat oleh pabrik semikonduktor Fairchild. (Wikipedia Indonesia) Dalam prakteknya, pengunaan operational amplifier atau op amp sangat dibutuhkan dalam beberapa rangkaian. Dalam rangkaian elektronika, operational amplifier bisa berfungsi sebagai umpan balik, penguat, penjumlah, pengurang, pengali, penyangga, dst …. sesuai dengan aplikasi yang anda buat. Lebih singkatnya ada beberapa rangkaian dasar operational amplifier yang secara internasional menjadi dasar untuk pembuatan sebuah rangkaian elektronika. Untuk itu diperlukan pemikiran dan design yang lebih lanjut untuk menuangkannya ke dalam layout PCB untuk dijadikan sebuah rangkaian. yang paling umum dan populer digunakan adalah op amp 741. Tetapi sebenarnya banyak jenis operational amplifier yang beredar di pasaran dengan jenis ic yang sama tetapi mengusung nama pabrik pembuatnya sendiri-sendiri. Bisa di cari di datasheet ic operational amplifier di alldatasheet atau ic2ic, ini juga untuk melengkapi tentang listing search engine tentang datasheet yang sudah saya posting waktu yang lalu. LM 741 atau UA 741 atau 741 op amp, dst …. adalah salah satu dari berbagai jenis ic operational amplifier yang sering digunakan saat ini.. Tetapi ada istilah dual, quad dst dalam operational amplifier, yang dimaksudkan adalah dalam satu komponen ic bisa terdiri dari lebih satu operational amplifier dengan supply tegangan yang sama. Nah, jadi kalau dalam rangkaian ada yang lebih dari op amp yang digunakan, kenapa boros-boros menggunakkan sebuah ic dengan sebuah op amp. Kenapa tidak menggunakkan ic op amp yang lebih efisien guna memperhitungkan cost dan efisien dalam design layout.

Gambar Fisik Komponen 741 Op Amp

Ic op amp yang terdiri lebih dari sebuah op amp, juga mudah diperoleh di pasaran. Jenis ic yang biasanya dipakai dalam rangkaian adalah :
a. Op Amp 741 tentunya

Jeroannya ic 741

b. Dual Operational Amplifier misalnya : LM 353


b. Quad Operational Amplifier misalnya : LM 324, LM 837 dan TL 084



Mungkin ada lagi jenis op amp yang lain ?


Preamp dan Amplifier Tabung : Sebuah Alternatif Bagi Penggemar Dunia Audio

Preamp atau amplifier yang terbuat dari tabung bukanlah hal yang asing lagi bagi para penggemar audio. Bahkan untuk membuat preamp atau amplifier yang terbuat dari tabung tidaklah mudah dan juga tidak murah. Selain itu komponen utamanya, saat ini, tidak terlalu mudah didapatkan di pasaran bebas. Biasanya komponen tube hanya bisa didapatkan dari luar negeri atau dari suatu komunitas amplifier tube dengan tukar tambah atau barter, karena saya belum ketemu toko yang menjual tube amplifier ini.
Saat ini, memang, preamp atau amplifier yang terbuat dari tabung tidaklah populer lagi jika dibandingkan pada saat belum ditemukannya semikonduktor. Tetapi saat ini preamp ataupun amplifier yang terbuat dari tabung masih digunakan pada pemancar RF yang dayanya besar, sekitar 10Kwatt dan pada frekuensi diatas 50 MHz. Hal ini disebabkan karena alasan biaya dan effisiensi.
Pada penggunaan transistor sebagai RF amplifier dengan daya yang besar akan membutuhkan transistor semikonduktor dalam jumlah besar yang diparalel sehingga biaya untuk pembuatannya menjadi tidak lebih murah jika menggunakan transistor tabung. Selain itu juga diperlukan logam pendingin yang tidak kecil untuk mencegah transistor ‘over heat’ karena disipasi daya yang besar.
RF amplifier yang terbuat dari transistor semikonduktor hanya akan effisien jika dioperasikan pada pemancar yang memiliki daya tidak terlalu besar dan frekuansi yang tidak terlalu tinggi.
Perbandingan Tabung dan Semikonduktor
Jika dibuat sebuah perbandingan pada karakteristik tabung dengan transistor semikonduktor maka transistor tabung mempunyai daerah linear yang lebih lebar dari pada transistor semikonduktor. Hal ini akan menyebabkan kualitas suara yang dihasilkan oleh preamp tabung akan lebih jernih (tanpa cacat yang dikarenakan tidak linearnya karakteristik) daripada kualitas suara yang dihasilkan oleh transistor semikonduktor.
Dalam penggunaan daya, amplifier yang terbuat dari tabung akan menggunakan daya yang lebih besar dari pada amplifier yang menggunakan transistor solid state (semikonduktor). Hal ini disebabkan adanya ‘plate’ yang harus dipanaskan agar sebuah transistor tabung dapat bekerja dengan baik. Filamen pemanas ini membutuhkan daya tambahan selain daya untuk memperkuat sinyal. Jadi secara garis besar, daya yang dibutuhkan agar sebuah transistor tabung dapat bekerja akan menggunakan daya yang lebih besar dari pada sebuah amplifier yang menggunakan transistor solid state pada daya output yang sama.
Penggunaan Vacuum Tube
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa saat ini vacuum tube masih sering digunakan pada pemancar RF dengan daya yang besar. Selain itu vacuum tube ini juga masih diminati oleh para penggemar gitar. Penguat depan gitar yang dibuat dari vacuum tube lebih disukai karena karakteristik suara yang dihasilkan oleh vacuum tube tidak dapat dihasilkan oleh transistor solid state.
Kejernihan suara dan karakteristik ‘dumping’ speaker pada amplifier tabung pentoda, serta output transformator yang digunakan untuk me-‘matching’-kan antara output amplifier dan speaker merupakan suatu keunikan dan sangat sulit untuk dibuat dengan menggunakan amplifier solid state. Dalam hal ini dengan mempunyai karakteristik yang sama.
High End audio saat ini mulai ada kecenderungan untuk kembali menggunakan vacuum tube sebagai preamp maupun amplifiernya. Kecederungan ini mulai tampak dengan adanya produk preamp atau amplifier, yang menggunakan vacuum tube sebagai komponen utamanya, mulai masuk pada pasaran umum.
Keterbatasan dari high end audio yang menggunakan vacuum tube adalah tidak sebaik high end audio solid state dalam hal kontrol dan displaynya. Bahkan efek DSP pada high end audio yang dibuat dari vacuum tube tidak akan dapat diwujudkan.

Struktur Vacuum Tube
Vacuum tube bekerja atas dasar konsep lompatan elektron yang terjadi anatara katoda, yang dipanaskan dan anoda. Katoda yang dipanaskan ini akan memberikan energi tambahan bagi elektron yang akan melompat ke anoda. Lompatan elektron berasal dari katoda kemudian meleawati ‘grid’ dan kemudian mencapai anoda.
Gris merupakan bagian dari vacuum tube yang berguna untuk membatasi arus yang terjadi karena lompatan arus elektron tersebut. Jumlah grid pada setiap vacuum tube tidak sama. Hal ini tergantung dari arus yang dihasilkan, semakin banyak grid maka arus lompatan elektron yang terjadi akan semakin kecil.
Sehingga dengan pengaturan besar lempengan katoda, grid, dan lempengan katoda dapat dihasilkan suatu penguatan sinyal AC seperti yang terjadi pada sebuah transistor. Jadi dengan input sinyal AC yang kecil didapatkan output sinyal AC yang mempunyai amplitudo lebih besar.
Katoda
Saat ini ada dua macam katoda yang digunakan untuk men-generate elektron yang melompat ke anoda.
1. Thoriated Filament. Terbuat dari bahan tungsten (bahan filamen biasa) seperti yang digunakan pada lampu pijar tetapi ditambahkan suatu bahan metal yang jarang yaitu THORIUM. Ketika filamen ini dipanaskan sampai 2400C maka elektron oada bahan thorium akan mengemisikan/memancarkan elektron. Filamen dengan bahan thorium lebih baik dalam hal menghasilkan elektron dari pada filamen dari bahan tungsten biasa. Selain itu bahan thorium ini mempunyai daya tahan yang lebih lama dan mampu menahan panas yang tinggi serta tegangan tinggi.
2. Oxide-Coated Cathode/Filament. Katoda yang terbuat dari filamen jenis ini dilapisi dengan suatu campuran unsur Barium dan Oksida Strontium. Bahan lain daaari tipe jenis ini adalah filamen yang dilapisi oleh unsur Nickel yang mampu menghasilkan elektron dengan pemanas yang terpisah. Pada katoda dengan jenis filamen seperti ini (coated) agar dapat menghasilkan elektron harus dipanasi namun tidak sepanas katoda yang terbuat dari filamen yang dicampur dengan Thorium. Cukup dengan memanaskan sampai sekitar 1000C. Pada suhu 1000C ternyata katoda jenis ini mampu menghasilkan elektron yang lebih banyak dari pada katoda yang terbuat dari jenis filamen yang pertama.
Karena katoda yang terbuat dari lapisan Nickel atau Barium dan Oksida Strontium lebih mudah menghasilkan elektron maka ukuran tabung yang digunakan juga semakin kecil. Effisiensi katoda yang terbuat dari Nickel atau campuran Barium dan Oksida Strontium lebih tinggi dari pada katoda yang menggunakan filamen dengan campuran thorium.
Umur dari katoda ditentukan dari lama emisi pada katoda itu sendiri. Selain itu juga tergantung dari suhu dari vacuum tube dan kemurnian (purity) dari bahan yang digunakan dalam pembuatan katoda tersebut. Umur dari vacuum tube tergantung dari suhu, yang artinya tergantung dari filamen atau tegangan pemanas. Pemanasan yang berlebihan akan mengakibatkan umur vacuum tube akan berkurang. Sedangkan pada pemberian pemanasan yang kurang dari semestinya juga dapat akan mengakibatkan umur dari vacuum tube berkurang terutama katoda yang terbuat dari bahan filamen dengan bahan thorium.
Katoda dengan bahan filamen thorium tergantung pada banyak sedikitnya jumlah difusi unsur thorium pada filamen katoda tersebut. Sedangkan pada katoda yang terbuat dari filamen dengan lapisan Oksida, para peneliti menemukan suatu gejala dimana dengan menurunkan tegangan pemanas sampai 20% akan dapat meningkatkan umur dari vacuum tube tersebut. Penurunan tegangan pemanas sampai dengan 20% ternyata tidak terlalu berpengaruh banyak pada emisi elektron pada katoda.
Tetapi para peneliti tidak menyarankan untuk menurunkan tegangan pemanas filamen pada vacuum tube yang digunakan sebagai power amplifier tetapi boleh dilakukan pada vacuum tube yang berfungsi sebagai ‘small signal amplifier’. Pada umumnya untuk aplikasi small signal digunakan katoda dengan lapisan oksida strontium dan barium (Oxide cathode). Dengan tegangan operasi yang benar (didalam range tegangan) dan pemberian suhu pemanas yang benar maka vacuum tube ini mampu bertahan sampai 100.000 jam bahkan lebih (berbagai sumber, red)
Pada kenyataannya, vacuum tube dengan oksida katoda mempunyai kecenderungan mempunayi umur yang lebih lama dari pada vacuum tube yang terbuat dari filamen dengan campuran thorium. Hal ini disebabkan karena pembuatan lapisan oksida yang benar-benar murni tidaklah mudah. Lapisan oksida strontium dan barium yang ada biasanya masih terdapat ‘impurities’ yang menyebabkan emisi elektron lebi awal sehingga jumlah elektron yang diemisikan lebih banyak. Hal ini mengakibatkan umur vacuum tube lebih pendek.
Begitu pula dengan katoda yang terbuat dengan lapisan Nickel. Pada pembuatannya unsur nickel masih selalu terdapat ‘impurities’ walaupun masih dalam jumlah kecil namun masih tetap berarti dalam mendorong lompatan (emisi) elektron. Rekor mencatat bahwa yang paling lama beroperasi adalah vacum tube dengan katoda yang terbuat dari bahan filamen dengan campuran thorium selama adalah 80.000 jam atau kira-kira 10 tahun. Sebagai perbandingan, vacuum tube dengan katoda terbuat dari lapisan oksida (tipe SV300B) hanya mampu bertahan sampai 4000-10.000 jam sedangkan vacuum tube dengan katoda yang terbuat dari oksida strontium (tipe EL34) hanya mampu bertahan 1500-2000 jam.
Anode (Plate)
Anoda merupakan elektroda yang berfungsi untuk mengeluarkan sinyal yang diperkuat. Karena anoda menerima lompatan/aliran elektron maka anoda dapat naik suhunya/panas. Terutama pada vacuum tube yang berfungsi sebagai power amplifier.
Oleh karena itu disain gelas tabung juga perlu dipikirkan untuk mendisipasi panas yang terjadi di anoda. Selain itu juga dapat didinginkan dengan memberikan ‘ait flow’ disekitar power vacuum tube. Bahkan untuk vacuum tube yang mempnyai daya yang besar didinginkan dengan menggunakan bahan cair dan tabungnya tidak lagi terbuat dari gelas kaca namun terbuat dari keramik.
Pada beberapa macam vacuum tube, anoda terbuat dari bahan grafit. Bahan ini mampu menahan panas yang tinggi dan hanya mengemisikan elektron sangat sedikti ke grid. Karena jika anoda mengemisikan elektron dalam jumlah yang besar maka grid akan ikut panas dan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan operasi pada vacuum tube.
Kontrol Grid
Pada tipe vacuum tube glass audio tube, kontrol grid dapat berupa gulungan kawat yang melingkari bahan logam lunak. Biasanya digunakan logam emas dan logam lunaknya digunakan tembaga lunak.
Grid untuk power amplifier yang mempunyai daya yang besar harus mampu mentoleransi peningkatan suhu yang tinggi sehingga grid untuk power yang besar terbuat dari bahan kawat tungsten atau kawat molybdenum yang digulung pada ‘basket form’. Bahkan ada yang menggunakan bahan grafit pada tube yang mempunyai power yang besar.
Dalam melakukan penguatan, yang harus dihindari adalah adanya emisi sekunder. Emisi sekunder ini terjadi disebabkan karena elektron menumbuk permukaan logam yang rata/halus. Jika jumlah secondary electron muncul terlalu banyak dari grid maka akan terjadi kehilangan kontrol pada arus elektron. Kondisi ini menyebabkan jumlah arus yang timbul pada vacuum tube tidak lagi terkontrol sehingga kondisi ini dapat merusak vacuum tube itu sendiri karena jumlah arus yang terlalu besar.
Vacuum tube yang hanya mempunayi satu buah grid dinamakan TRIODE. Tipe yang sering dipakai adalah tipe 12AX7 yang merupakan small signal vacuum tube. Selain itu yang juga sering digunakan pada aplikasi audio adalah 6N1P, 6DJ8/6922, 12AT7, 12AU7, 6CG7, 12BH7, 6SN7 and 6SL7. Untuk tipe power triode, ada dua macam, yaitu tipe dengan gain rendah dan gain tinggi. Untuk gain yang rendah biasanya digunakan pada high end audio amplifier karena mempunyai karakteristik low distortion sedangkan untuk triode yang mempunyai gain yang tinggi biasanya digunakan untuk radio trasnmitter dan power amplifier yang mempunyai daya yang besar. Bahkan triode vacuum tube tidak hanya digunakan pad high end amplifer tetapi juga digunakan pada radar dan perobaan fisika yang melibatkan tegangan dan daya yang besar. Untuk apliksai seperti ini biasanya digunakan vacuum tube triode yang terbuat dari keramik.
Screen Grid
Screen grid tidak dimiliki oleh vakum tube triode tetapi pada vacuum tube jenis tetroda (4 elektroda). Pada vaccum jenis tetroda terdapat 2 buah grid yaitu kontrol grid dan screen grid. Screen grid terletak di antara kontrol grid dan anoda. Screen grid sendiri berfungsi sebagai pemisah antara kontrol grid dengan anoda. Pemisahan ini berfungsi untuk mengurangi efek Miller dengan cara menimbulkan kapasintansi antara grid dan anoda yang semakin besar. Screen grid juga menyebabkan akselerasi elektron semakin cepat sehingga terjadi peningkatan gain yang cepat pula. Screen grid pada power amplifier biasanya memiliki arus yang dapat menyebabkan screen grid panas. Untuk alasan ini, screen grid dibuat dari bahan yang dilapisi oleh grafit. Selain itu screen grid dapat mengurangi emisi secondary sehingga dapat menjaga kontrol grid tetap dingin dan arus tetap terkontrol.
Vacuum tube tetroda masih banyak digunakan pada pemancar TV dengan daya yang besar karena mampu beroperasi pada frekuensi tinggi dan mempunyai effisiensi yang tinggi. Tipe vacuum tube ini tidak banyak digunakan pada aplikasi high end audio karena timbulnya efek ‘kink’. Efek ini timbul karena terjadinya emisi sekunder yang terjadi antara anode dan screen. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem jika tidak memperhatikan tata cara pengoperasian tetroda yang benar.
Grid Pada Pentoda
Dengan penambahan grid ketiga maka terbentuklah vacuum tube pentoda. Grid yang ketiga ini berfungsi sebagai supressor grid dan terletak diantara anoda dan screen grid. Fungsi dari grid ini adalah untuk menangkap elektron liar yang terjadi karena emisi sekunder yang terjadi karena pantulan elektron dari grid ke anode. Sehingga pada vacuum tube jenis pentoda tidak dijumpai efek pentoda kink’. Walaupun demikian vacuum tube tetroda dan pentoda menghasilkan distorsi yang lebih besar daripada vacuum tube jenis trioda.
Vacuum Tube : Dasar Operasi dan Aplikasi Pada Push Pull Amplifier

Biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah preamp atau amplifier dari vacuum tube berkisar 2 juta sampai 7 juta rupiah,bahkan bisa sampai puluhan juta rupiah,namun kepuasan bagi para penggemarnya akan terpuaskan dengan alunan suara merdu saat musik diperdengarkan dari amplifier ini. Memang komponen utama untuk membangun sebuah preamp atau amplifier dari vacuum tube adalah vacuum tube sendiri dan transformator output.
Transformator output juga memberikan sumbangan yang besar pada biaya pembuatan amplifier dari vacuum tube ini. Harga sebuah transformator output ini kira-kira 1 sampai 2 juta per buah sedangkan untuk membangun sebuah amplifier lengkap paling tidak diperlukan 2 buah transformator output ini. Pada pengoperasian vacuum tube pada final output stage, transformator output ini juga memegang peranan penting karena ‘match’ atau tidaknya sebuah impedansi output dengan impedansi beban. Ketidak-‘match’-an antara impedansi output dan impedansi beban akan menyebabkan daya yang dihasilkan oleh final output stage tidak semuanya diterima oleh beban.
Sejarah Vacuum Tube
Penemuan vacuum tube dimulai dengan adanya penemuan dioda vacuum tube oleh ilmuwan Inggris, John Ambrose Fleming. Pada saat itu Fleming dapat merubah tegangan AC menjadi tegangan searah (DC) dengan menggunakan vacuum tube yang dibuatnya. Inilah asal mula ditemukannya komponen tetroda, pentoda dan yang lainnya.
Operasi diode Fleming ini pada dasarnya menggunakan ide yang ditemukan oleh Thomas Edison, yaitu lampu bolam. Namun Fleming menambahkan sebuah elektroda baru di dalamnya. Ketika filamen dari lampu bolam tersebut dipanaskan (berpijar) dan filamen tersebut lebih negatif dari pada ekstra elektroda maka elektron yang berada filamen panas tersebut melompat ke ekstra elektroda.
Persitiwa ini tidak terjadi ketika filamen mendapat tegangan lebih positif daripada ekstra elektroda. Dan selanjutnya ekstra elektroda ini dinamakan ‘plate’ atau ‘anode’. Selanjutnya penemuan ini dikembangkan oleh Lee De Forest dengan menambahkan sebuah elektroda lagi dengan nama ‘Grid’. Forest menemukan gejala bahwa ‘Grid’ mampu melakukan ‘modulasi’ besarnya arus elektron yang melompat dari filamen ke plate. Selanjutnya Forest menyatakan bahwa tegangan yang diberikan ke Grid dapat mengatur besarnya arus yang terjadi di plate. Dan inilah asal mula terjadinya sebuah transistor vacuum tube yang berfungsi sebagai penguat.

Operasi Dasar Vacuum Tube sebagai Amplifier
Control grid pada operasi normal harus diberi bias tegangan negatif. Tujuannya adalah untuk membuang arus ‘idle’ yang terjadi pada saat vacuum tube ini tidak beroperasi. Tegangan bias pada control grid ini tidaklah terlalu sensitif karena setiap vacuum tube dari berbagai manufakturer mempunyai toleransi sekitar 10mA.
Pada sebuah power amplifier yang baik tegangan bias dapat diatur namun tanpa pengaturan pun sebuah vacuum tube dengan tube yang sama namun dari manufakturer yang berbeda spesifikasi tegangan biasa yang digunakan tidaklah jauh berbeda. Semua vacuum tube beroperasi pada tegangan DC yang tinggi yaitu sekitar 400 sampai 600 volt DC sehingga sebuah power suplly DC tegangan tinggi harus dibuat tersendiri. Pemberian tegangan DC dilluar spesifikasi dari vacuum tube itu sendiri dapat menyebabkan vacuum tube tidak beroperasi dengan normal. Apabila vacuum tube mendapat tegangan anoda di atas tegangan yang dispesifikasikan oleh manufakturernya maka umur dari vacuum tube akan berkurang tetapi tidak terlalu banyak mempengaruhi unjuk kerjanya. Tetapi jika tegangan DC di bawah yang dispesifikasikan oleh manufakturer maka umur akan bertambah lama namun unjuk kerja vacuum tube tidak maksimal.
Pada sebuah amplifier tabung yang baik, untuk suplly tegangan tinggi DC biasanya digunakan diode vacuum tube juga. Ada dua macam dioda vacuum tue yang sering digunakan yaitu dioda vacuum tube dengan gas mercury seperti tipe 83, 816, 866 atau 872. Dioda ini akan menghasilkan cahaya biru keunguan. Tipe dioda rectifier yang kedua adalah dioda vacuum tube (tanpa gas) sepeti tipe 0A2, 0B2, 0C2 dan 0D3. Biasanya akan menghasilkan cahaya merah muda kekuning-kuningan. Untuk suplly tegangan tinggi DC ini digunakan full wave rectifier karena akan menghasilkan tegangan DC yang baik dengan tegangan ripple yang relatif lebih kecil daripada half wave rectifier. Tegangan ripple yang terlalu besar dapat mengganggu performa dari vacuum tube.
Class A Amplifier
Class A Amplifier merupakan amplifier yang mana vacuum tube untuk power outputnya melewatkan arus yang sama disetiap waktu bahkan pada waktu idle atau pada saat menghasilkan daya penuh. Kondisi idle suatu vacuum tube merupakan kondisi dimana vacuum tube tersebut tidak mendapatkan sinyal input. Class A amplifier merupakan amplifier yang paling tidak efektif karena melewatkan arus yang sama besar baik pada saat idle maupun pada saat menghasilkan daya penuh tetapi keuntungannya adalah distorsi yang rendah.
Ada dua macam tipe amplifier yaitu :
1. Single Ended Amplifier. Pada tipe amplifier ini biasanya digunakan vacuum tube satu atau lebih yang dipasang secara paralel dan semuanya mempunyai fasa yang sama. Aplikasinya biasanya pada amplifier gitar sederhana dan amplifier high end mewah. Para penggemar audio biasanya lebih menyenangi amplifier kelas A yang mempunyai karakteristik low distorsi. Amplifier kelas A biasanya menggunakan negative feedback. Seperti amplifier dengan vacuum tube 300B menggunakan negative feedback untuk mengurangi distorsi pada sinyal outputnya.
2. Push Pull Amplifier. Push Pull Amplifier kelas A selalu terdiri dari 2, 4 atau delapan vacuum tube. Setiap final output stage mempunyai 1 pasang vacuum tube. Sehingga untuk tipe push pull, untuk output stagenya paling tidak diperlukan 2 buah vacuum tube. Amplifier dengan tipe push pull ini setiap outputnya selalu dibangun dari 2 pasang vacuum tube. Masing-masing vacuum tube tersebut selalu berbeda fasa sehingga akan menghilangkan distorsi sinyal dan akan menghasilkan suara yang benar-benar jernih.

Gambar 1
Tipe Vacuum Tube

Class A1 Amplifier
Pada amplifier kelas ini, tegangan grid selalu negatif daripada tegangan katoda. Konfigurasi ini akan menghasilkan lineritas dengan bandwidth yang lebar dan biasanya digunakan bersama trioda SV300B atau dengan tetroda atau pentoda.
Class A2 Amplifier
Pada amplifier kelas A2 ini tegangan grid diatur sedemkian hingga lebih positif daripada katoda. Konfigurasi ini akan menyebabkan grid akan menarik arus dari katoda dan akan menyebabkan suhu grid naik. Untuk amplifier kelas ini tidak digunakan bersama tetroda, pentoda atau trioda seperti SV300B terutama untuk aplikais audio.
Untuk kelas A2 ini biasanya menggunakan vacuum tube khusus yang mempunyai grid khusus (rugged grid) seperti SV811 atau SV572 untuk trioda. Selain itu amplifier kelas A2 membutuhkan rangkaian driver khusus untuk mensuplly power ke grid.
Class AB Amplifier
Untuk amplifier kelas AB menggunakan konfigurasi vacuum tube push pull. Konfigurasi ini memungkinkan salah satu vacuum tube dari sebuah pasangan vacuum tube untuk cut off sedangkan vacuum tube yang lain mengatur daya output. Kondisi ini akan meningkatkan efisiensi daya yang digunakan sehingga secara jelas efisiensi dari amplifier kelas AB jauh di atas amplifier di kelas A.
Namun konfigurasi ini juga menghasilkan distorsi. Oleh karena itu utuk mengurangi distorsi tersebut digunakan negative feedback.
Class B Amplifier
Amplifier yang menggunakan kelas B selalu menggunakan konfigurasi push pull pada vacuum tube untuk final output stagenya. Amplifier kelas B ini banyak digunakan untuk RF power amplifier. Amplifier kelas B ini hampir sama dengan amplifier kelas A atau AB namun arus pada saat vacuum tube idle sangat kecil mendekati nol.
Kondisi ini menyebabkan efisiensi daya yang digunakan oleh amplifier kelas B lebih tinggi daripada amplifier tipe yang telah dibahas di atas. Tetapi juga menghasilkan peningkatan distorsi sehingga diperlukan disain khusus dan penerapan negatif feedback untuk mengurangi efek distorsi. Jika pada tahap pendisainan tidak memperhatikan tingginya distorsi pada amplifier kelas ini maka sinyal output yang dihasilkan sangat buruk bahkan cacat dan jika distorsinya telalu besar maka bukanlah tidak mungkin untuk terjadinya distorsi cross over . Selain itu keuntungannya adalah vacuum tube tidak panas jika dibandingkan dengan kelas amlilfier yang lain sehingga umur vacuum tube relatif lebih lama.
Untuk amplifier vacuum tube, output dari final output stage vacuumtube tidak dapat langsung disambungkan ke input speaker karena perbedaan impedansi. Output dari final output stage mempunyai impedansi yang tinggi sedangkan speaker mempunyai impedansi yang rendah sehingga daya yang dihasilkan oleh final stage output tidak semuanya diterima oleh spaker. Kondisi ini akan mengakibatkan final stage ouput vacuum tube akan semakin panas.
Hal ini dapat diatasi dengan memasang sebuah transformator output untuk menyamakan impedansi antara final output stage dan beban yaitu speaker. Transformator yang digunakan tidaklah transformator yang umum dipakai namuan transformator khusus dengan penanganan pembuatan yang istimewa. Kondisi ini harus memenuhi kriteria ultraliniear dimana impedansi input1 – CT dan CT - input2 harus mempunyai impedansi yang benar-benar sama.
Berikut merupakan salah satu proyek amplifier 20 W yang menggunakan vacuum tube SV811. Sebagai penguat depan digunakan 6BM8 yang merupakan trioda small signal amplifier yang low power. Output dari 6BM8 ini mempunyai distorsi yang sangat kecil dengan penguatan yang besar.



Gambar 2
Skematik Penguat Depan
Untuk bagian penguat akhir, digunakan SV811 dan SV572 yang mampu menghasilkan daya sampai 20 W. Tegangan grid tidak diperlukan pengaturan namun langsung dengan dibias secara langsung malalui katoda pada pentoda secara follower. Konfigurasi ini dapat menghilangkan efek ‘hum’. Untuk meningkatkan efek transiennya transformator output maka diberi rangkaian snubber dengan kapasitor 0.001 uF/1600 volt dan dua buah resistor 2k7 yang diseri.
Dua buah jalur feedback digunakan untuk mengkontrol beban pada power trioda dan mengkompensasi perbedaan karakteristik berbagai trioda yang digunakan. Misalnya antara trioda SV811 dan SV572.


Gambar 3
Skematik Amplifier
Untuk bagian transformator powernya digunakan Hammond 282X yang memiliki tegangan output 1000 volt CT, 6A untuk beban filamen. Pada bagian regulator digunakan trioda 6BM8 dan 0A2 untuk mengkontrol tegang grid 6AS7G. Tegangan output dari regulator ini kira-kira 575 volt DC untuk ke plate di bagian amplifier sedangkan untuk penguat depan diturunkan sampai 420 volt DC.

Gambar 4
Skematik Power Suplly dan Regulator

Mengenal Resistor
Sebuah resistor sering disebut werstan, tahanan atau penghambat, adalah suatu komponen elektronik yang dapat menghambat gerak lajunya arus listrik.
Resistor disingkat dengan huruf "R" (huruf R besar). Satuan resistor adalah Ohm, yang menemukan adalah George Ohm (1787-1854), seorang ahli fisika bangsa Jerman. Tahanan bagian dalam ini dinamai konduktansi. Satuan konduktansi ditulis dengan kebalikan dari Ohm yaitu mho.
Hubungan antara hambatan, tegangan, dan arus, dapat disimpulkan melalui hukum berikut ini, yang terkenal sebagai hukum Ohmdi mana V adalah beda potensial antara kedua ujung benda penghambat, I adalah besar arus yang melalui benda penghambat, dan R adalah besarnya hambatan benda penghambat tersebut
Karena resistor itu suatu tahanan maka kita harus dapat menghitung besarnya nilai tahanan atau hambatan yang ada dalam resistor tsb. Caranya kita tinggal lihat pada gelang-gelang warna pada badan resistor itu.

Tabel Perhitungan Resistor

Contoh Perhitungan Resistor Dengan Nilai 27 K Ohm
Kalau masih kesulitan, cobalah aplikasi dari schematica.com ini. Download secara gratis. Programnya berupa aplikasi yang secara program dapat menunjukkan hambatan dari warna yang kita pilih.

Resistor Color Coder download
EXE setup file:

ResistorCC.exe
254KB

Archived setup file:

ResistorCC.zip
250KB

Untuk lebih lanjut kamu bisa ke www.schematica.com

Accoustic Field Generator

Accoustic Field Generator ini membangkitkan suara akustik dengan efek surround yang disesuaikan dengan standar DOLBY SURROUND, mampu menghasilkan suara surround yang cukup baik namun tidak terlalu banyak membutuhkan dana.
Perkembangan teknologi seakan tidak hanya tertuju pada satu bidang saja namun pada semua bidang. Perkembangan teknologi yang ada saat ini salah satunya yaitu pada bidang audio. Dengan semakin majunya teknologi saat ini audio tidak hanya sebagai sekadar hiburan namun telah menjadi suatu hobby, hobby yang tidak murah tentunya.
Banyak penggemar audio berupaya untuk membuat suara music yang terdengar menjadi sangat keras sampai membuat suara music menjadi ’hidup’, penambahan perangkat amplifier, woofer ataupun speaker-speaker khusus yang harganya tidak murah.
Efek suara yang ‘hidup’ sepertinya sekarang merupakan sesuatu yang paling tidak harus ada disetiap perangkat audio yang baik. Efek ini pada dasarnya merupakan efek surround yang dapat menyebabkan suara seolah-olah datangnya dari berbagai arah dan suaranya tetap dapat didengar dengan jelas. Saat ini saja tape-tape compo sudah banyak yang memiliki fasilitas surround sound ini tetapi tidak cukup baik jika didengar dari jarak yang cukup jauh karena efek surroundnya hilang. Hal ini disebabkan karena jarak pendengar dan speaker terlalu jauh, tata letak speaker kurang tepat, atau efek surroundnya kurang baik.
Efek surround yang bagus dan dapat didengar dengan baik adalah sistem surround sistem yang ada di gedung-gedung bioskop dan untuk membuat prangkat ini tidak sedikit dana yang dibutuhkan. Walaupun demikian jika kepuasan tetap menjadi yang nomor satu maka dana bukan menjadi masalah yang utama.
Untuk mencari jalan tengah antara harga dan kualitas efek surround maka dicoba untuk membuat Accoustic Field Generator yang mampu menghasilkan suara surround yang cukup baik namun tidak terlalu banyak membutuhkan dana. Accoustic Field Generator ini mampu membangkitkan suara akustik dengan efek surround yang disesuaikan dengan standar DOLBY SURROUND. Accoustic Field Generator memiliki 4 kanal speaker yang terdiri dari 2 main speaker, 2 rear speaker, 1 center speaker, dan 1 woofer. Untuk mendapatkan daya yang cukup besar maka perlu dibuatkan amplifier untuk masing kanal.
Konstruksi Accoustic Field Generator
Pada dasarnya sebuah Accoustic Field Generator dibangun dari rangkaian op-amp dan filter-filter. Op-amp yang biasanya digunakan sebagi penguat tegangan dalam Accoustic Field Generator lebih banyak digunakan sebagai filter-filter aktif. Filter dalam alat ini sangat berperan besar dalam menciptakan suatu suara akustik yang benar-benar jernih, tetapi di dalam prakteknya, hampir semua filter, tidak presisi dalam melewatkan sinyal dengan frekuensi tertentu. Sebuah op-amp yang baik untuk aplikasi ini adalah op-amp yang mempunyai bandwidth lebar, rise time, slew rate dan settling timenya yang cepat.
Selain Op-amp dan filter aktif, masih ada lagi bagian yang penting yaitu catu daya. Ini merupakan bagian yang cukup berperan dalam menciptakan kesempurnaan suara akustik karena bagian catu daya yang jelek hanya merupakan penghasil noise, yang akan masuk ke dalam jalur sinyal suara sehingga suara akustik yang seharusnya jernih menjadi suara akustik dengan tambahan dengung (noise). Catu daya yang digunakan adalah catu daya kembar +/- 18 volt DC.
Bagian Accoustic Field Generator
Accoustic Field Generator terdiri dari 4 bagian yaitu : Front Channel, Rear Surround Channel, Center Channel, dan Sub Woofer Channel. Tata letaknya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1
Posisi Speaker dengan 4 Kanal
Sinyal input L-R, dari tape misalnya, dibuffer dengan menggunakan TL084/TL074 untuk mencegah pembebanan pada input sinyal L-R, dalam hal ini sumber sinyal dari tape. Output dari buffer ini kemudian dipisahkan menjadi 4 kanal, seperti yang telah disebutkan di atas.
Bagian Front Channel
Kanal Front merupakan kanal yang meneruskan sinyal input L-R. Sinyal L-R tersebut dilewatkan pada amplifier dengan gain =1 sehingga sinyal ini dilewatkan tanpa merubah/mem-filter sinyal input L-R tersebut.


Gambar 2
Bagian Front Amplifier
Bagian Center Channel
Pada bagian center channel, sinyal L ditambahkan dengan sinyal R (L+R) dan hanya melewatkan frekuensi suara menengah (voice). Pada bagian ini sinyal yang telah dijumlah dilewatkan pada sebuah filter aktif BPF dan kemudian dikuatkan dengan menggunakan TDA2006 atau LM1875. Filter yang digunakan pada bagian ini merupakan filter BPF yang dibentuk dari gabungan LPF kelas 2A dan HPF kelas 2A. Bagian ini akan mengatur spektrum voice pada speaker center.


Gambar 3
Bagian Center Channel
Bagian Sub-Woofer
Bagian subwoofer ini merupakan penjumlahan input L dan input R pada sebuah summing amplifier. Output dari summing amplifier ini dilewatkan pada sebuah LPF kelas 2A yang hanya akan melewatkan sinyal dengan frekuensi rendah sekitar 25KHz untuk menghasilkan suara bass yang mantap.

Gambar 4
Bagian Subwoofer
Bagian Rear Channel dengan Surround
Pada bagian ini merupakan inti dari perangakat keras ini. Bagian inilah yang menghasilkan efek surround. Untuk menghasilkan efek surround ini diperlukan IC khusus yaitu MN3005/8 dan MN3101. Kedua IC ini akan menunda sinyal yang masuk dalam beberapa fasa saja, sehingga sinyal output dari fasa ini akan tertinggal dengan sinyal fasa dari bagian yang lain.


Gambar 5
Blok Diagram Bagian Surround
Pada bagian ini sinyal L dan R dikurangkan (L-R) dan kemudian dilewatkan pada bagian buffer, filter LPF, delay line, filter LPF (7KHz) dan terakhir adalah splitter antara sinyal R dan L. Rangkaian yang menyebabkan efek surround adalah rangkaian LPF 75KHz yang menghasilkan outputnya diumpankan ke Right Rear Amplifier sedangkan input LPF 75KHz ini diparalel dengan input Left Rear Amplifier sehingga menghasilkan 2 sinyal L dan R yang pada dasarnya merupakan sinyal L-R yang fasanya tertinggal dengan fasa sinyal yang asli.


Gambar 6
Blok Delay
Blok delay merupakan bagian dari sistem yang cukup penting. Bagian ini akan menunda fasa sinyal L-R sehingga tertinggal dengan fasa sinyal yang sebenarnya. Inti dari blok in iadalah IC tunda MN3101 dan MN3008.
Untuk dapat mendapatkan suara yang cukup keras maka output dari masing-masing bagian, seperti left/right rear output, left/right front output, subwoofer output dan center output diumpankan pada 6 kanal power amplifier. Alat ini cukup baik dalam menghasilkan efek surroundnya dengan biaya yang tidak terlalu mahal, komponen yang paling mahal didalam rangkaian ini adalah IC-IC delay. Rangkaian ini selain dapat digunakan bersama tape juga dapat digunakan bersama VCD player, CD player atau dengan komputer.


Aplikasi Remote Control - 2
Dengan melihat karakteristik ini maka remote control menggunakan frekuensi carrier sekitar 36-40kHz. Untuk membangkitkan sinyal dengan frekuensi 40kHz tidak sulit tetapi untuk menerima sinyal dengan frekuensi 40 kHZ itu membutuhkan filters, penguatan sinyal, dan menghilangkan sinyal carrier sehingga data yang diterima benar-benar valid. Remote yang digunakan dalam hal ini adalah remote TV Sony. Format data dari remote Sony terdiri dari 12 bits data. Data yang dikirimkan pertama kali adalah header selanjutnya baru data.
Format data:
xxxxxx : command
yyyyyy : address
Jarak antara data dengan data adalah 25ms.

Remote Sony ini memiliki karakteristik yaitu memiliki periode (1T)=550 s dan carrier 40Khz. Untuk remote Sony memiliki header high 4T dan low 1T, untuk logic 1 memiliki pulsa high sepanjang 2T dan low 1T, dan untuk logic 0 memiliki pulsa high 1T dan low 1T. Ini merupakan format aslinya sedangkan jika mengamati sinyal yang dikirimkan remote melalui IR modul kebalikannya karena padda IR modul ada inverternya. Berikut contoh bentuk gambar pulsa dari header, logic 1 dan logic 0 dari remote TV Sony yang sebenarnya (belum melalui gerbang inverter).

Gambar 7
Pulsa Remote Control Sony
Untuk dapat mengamati bentuk sinyal yang dipancarkan oleh remote maka diperlukan osiloskop. Dengan osiloskop akan diketahui bentuk sinyal dari masing-masing tombol pada remote.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk sinyal dari remote Sony setelah keluar dari titik B pada gambar 2 (setelah melalui gerbang inverter).

Gambar 8
Format Sinyal Remote Control Sony


Untuk membaca berapa besarnya header, logika1 dan logika 0, maka digunakan timer untuk menghitungnya jadi yang dibaca high dan lownya.
Setelah datanya diambil maka dilihat apakah datanya berupa header, logic 1, logic 0. Dengan menggunakan timer maka dapat diketahui nilai dari headernya sebesar 0A, untuk logika 1 sebesar 06, sedangkan data highnya sebesar 06 dan untuk data lownya sebesar 04. Kemudian data yang masuk dikurangi oleh 05 jika ada carry berarti data low sebaliknya jika tidak ada carry berarti data high. Kemudian carrynya dikomplemen dan selanjutnya digeser dengan perintah RRC(rotate right dengan carry). Proses ini akan dilakukan sebanyak 8 kali pergeseran. Berikut ini program untuk mengolah data yang masuk. Proses ini akan dilakukan sebanyak 8 kali pergeseran.

Pengaturan Kecepatan Putar Kipas
Untuk menjalankan kipas digunakan rangkaian transistor yang disusun secara Darlington. Transistor yang dipakai adalah transistor jenis NPN tipe BC 547 yang memiliki faktor penguatan dc (hfe) sebesar 125 dan mampu mengalirkan sampai arus 100 mA DC. Rangkaian untuk menjalankan transistor dapat dilihat pada gambar 9:


Gambar 9
Rangkaian Untuk Menjalankan Motor
Untuk mengatur kecepatan kipas digunakan teknik PWM( Pulse Width Modulation), yakni mengatur besarnya dutycycle, frekuensinya tetap tetapi lebar pulsa high dan lownya dapat diatur. Untuk itu digunakan timer untuk mengatur pulsa high dan pulsa lownya. Jadi dutycyclenya akan dimulai dari 20%,30%,40%,50%,60%,70%,80%,90%. Semakin besar dutycyclenya maka semakin cepat pula putaran dari motor. Berikut ini merupakan potongan program untuk menjalankan kipas dengan prinsip PWM:
Penghitungan Kecepatan Putar Kipas
Untuk menghitung kecepatan dari motor maka digunakan rangkaian photo transistor. Prinsip dari photo transistor ini adalah mirip dengan transistor lainnya. Wujud dari rangkaian photo transistor ini dapat dilihat pada gambar 10:


Gambar 10
Rangkaian Photo Transistor Dan 74LS14
Prinsip dari rangkaian ini adalah :
Jika antara transistor dan LED dihalangi maka transistor akan off sehingga output dari kolektor akan berlogic high
Sebaliknya jika antara transistor dan LED tidak dihalangi maka transistor akan on sehingga outputnya akan berlogic low.
Dengan mengetahui prinsip dari photo transistor ini maka harus dibuat penghalang antara transistor dan LED, pada penghalang itu diberi lobang sedikit. Penghalang itu harus dibuat seporos dengan kipas dc tersebut. Sehingga ketika berputar output dari transistor akan mengalami high dan low. Agar output dari rangkaian ini menjadi lebih akurat maka ditambahkan schmitt trigger (74LS14). Program untuk menghitung kecepatan dapat dilihat sebagai berikut:
Tampilan-SED1200
Tampilan yang dipakai adalah LCD Epson SED1200. LCD ini digunakan untuk menampilkan kecepatan putaran dari kipas dalam satuan RPS (Rotation per second). LCD Epson SED1200 ini dilengkapi dengan 4 jalur data (DB0…DB3) yang dipakai untuk menampilkan kode ASCII maupun perintah untuk mengatur kerjamya SED1200. Kode ASCII maupun perintah tersebut semuanya merupakan kode 8 bit maka kode-kode itu dikirimkan dua kali, yang pertama dikirimkan adalah 4 bit yang bernilai besar (D4..D7). baru kemudian 4 bit sisanya(D0..D3). Selain dilengkapi dengan jalur data maka LCD Epson SED1200 ini dilengkapi dengan CS,WR, dan A0. A0 digunakan untuk membedakan data yang dikirimkan berupa perintah atau kode ASCII. Jika A0=0 maka data yang dikirimkan adalah perintah untuk mengatur kerja SED1200 sebaliknya jika A0=1 maka data yang dikirim adalah kode ASCII yang ingin ditampilkan.
 Sinyal CS digunakan untuk mengaktifkan proses pengiriman data, selama proses ini berlangsung CS diaktifkan pada level tegangan ‘0’
 Data yang dikirimkan ke SED1200 disiapkan di DB0..DB3, seperti yang telah dibicarakan dipecah menjadi 2 kali pengiriman yaitu pengiriman D4..D7 dan selanjutnya D0..D3.
 Sinyal WR dijadikan sebagai sinyal ’komando’, pengambilan data terjadi pada saat WR berubah dari ‘0’ menjadi ‘1’


Gambar 11
Hubungan SED1200 ke AT89C2051
Pada potongan program 4 ini akan ditunjukkan bagaimana mengendalikan SED1200.
 Subrutin KirimPerintah bekerja pada saat A0=’0’ berarti data yang dikirimkan AT89C2051 ke SED1200 berupa perintah untuk mengatur tata kerja SED1200. Subrutin KirimASCII bekerja pada saat A0=’1’ berarti data yang dikirimkan AT89C2051 sebagai kode ASCII yang akan ditampilkan.
 Selama proses pengiriman data CS diaktifkan pada level tegangan ‘0’.
 Data pada Akumulator A dikirimkan sebanyak dua kali yaitu 4 bit pertama A4..A7 dan 4 bit kedua A0..A3.
 Karena AT89C2051 tidak mempunyai sinyal ALE maka dibuat 16 pulsa clock yang dibutuhkan oleh SED1200
Aplikasi Remote Control

Dalam artikel ini dibahas rangkaian dan cara kerja dari 12V dc motor controller berdasarkan PWM (Pulse Width Modulation.) Motor dikontrol kecepatannya secara remote, menggunakan LCD sebagai sistem tampilan kecepatan.
Kecepatan yang ditampilkan pada LCD dinyatakan dengan satuan RPS (rotation per second). Dipakai remote control buatan Sony yang biasa dipakai untuk TV, tombol volume plus pada remote control Sony digunakan untuk menaikkan kecepatan dari motor dc sedangkan tombol volume minus untuk menurunkan kecepatan.

Gambar 1
Blok Diagram Komponen Penyusun Motor DC
Makalah ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian remote control, memutar kipas, menghitung kecepatan serta menampilkan ke LCD.
Remote Control
Pada remote control terdapat dua bagian yang utama yaitu : bagian transmiter dan bagian receiver. Bagian transmitter dalam hal ini menggunakan remote yang sudah jadi, yaitu remote untuk TV. Sedangkan bagian penerimanya dibangun dari dioda infra merah, filter, dan penguat sinyal/amplifier.
Rangkaian Receiver
Untuk dapat mengambil data yang dipancarkan oleh remote maka harus dibuat rangkaian penerima yang terdiri dari op-amp, IC 74LS04 (inverter), multitune variable resistor, IR diode (receiver) dan beberapa komponen penunjang. Rangkaian receivernya dapat dilihat pada gambar 2. Penggunaan dari op-amp ini untuk mengatur penguatan dari sinyal yang diterima oleh IR diode. Sinyal yang diterima oleh IR diode ini akan dimasukkan rangkaian high pass filter (C dan R). Kombinasi nilai dari C dan R ini diperoleh dengan menggunkanan rumus :


Sinyal yang keluar dari rangkaian high pass filter dikuatkan dua kali. Rangkaian penguat 1 adalah non-inverting amplifier dengan menggunakan op-amp LM358. Kemudian output dari rangkaian penguat 1 dikuatkan sekali lagi dengan penguatan non inverting amplifier juga dengan op-amp LM358. Sinyal yang keluar dari rangkaian penguat 2 ini masih mengandung sinyal carrier. Untuk itu sinyal carriernya perlu dihilangkan dengan cara menambahkan rangkaian low pass filter (R dan C).

Penggunaan rangkaian high pass filter dan low pass filter ini untuk membatasi frekuensi yang diterima, sinyal yang berada di bawah 159.23 Hz dan di atas 7.24 kHz tidak dilewatkan. Dengan rangkaian low pass filter tersebut maka sinyal carrier dari remote TV Sony tidak akan dilewatkan Kemudian sinyal itu disempurnakan dengan menambahkan rangkaian comparator dengan mengunakan op-amp tipe LM339. Komparator ini berfungsi jika tegangan yang masuk kurang dari tegangan referensinya maka outputnya akan low sebaliknya jika tegangan yang masuk melebihi tegangan referensi maka outputnya akan high. Output dari LM339 ini akan dimasukkan IC 74LS04 sebagai inverter.

Gambar 2
Rangkaian Receiver Remote
Remote Control TV Sony
Remote Control dibagi menjadi 3 menurut jenis pengkodeannya :
1. Pulses coded
Jenis ini mengatur panjang pulsanya, sehingga pulsanya divariasi untuk menunjukkan data itu berlogic high atau low. Yang dijadikan variasi adalah pulsa highnya. Metode ini dipakai oleh remote Sony.

Gambar 3
Pulses Coded

2. Space coded
Metode ini juga mengatur panjang pulsanya untuk menunjukkan data tersebut berlogic low atau high. Tetapi yang diatur adalah lebar pulsa lownya. Jenis ini diterapkan oleh remote Panasonic

Gambar 4
Space Coded
1. Shift coded
Metode ini yang paling berbeda diantara kedua metode di atas. Metode ini menggunakan prinsip perbedaan fase untuk menunjukkan data yang dikirim berlogic low atau high. Metode pengiriman data ini diterapkan oleh remote Philips.


Gambar 5
Shift Coded
Penggunaan infra red sangat bagus dalam komunikasi dan kontrol suatu sistem. Infra red adalah frekuensi radiasi yang bekerja di bawah tingkat sensitivitas mata manusia. Jadi manusia tidak dapat melihat sinar tersebut. Gambaran sinyal yang dikirimkan oleh transmitter dan diterima oleh IR demodulator dapat dilihat pada gambar 3 sebagai contoh yang dikirimkan adalah header:


Gambar 6
Hubungan Antara Sinyal TX dan RX
Jika transmitter mengirimkan sinyal on dan off maka pada receiver juga menerima sinyal on dan off. Tetapi receiver hanya mendeteksi ada carrier atau tidak. Jika ada data carrier maka pulsa yang dikirimkan adalah high sebaliknya jika tidak ada carrier maka pulsa yang dikirimkan adalah low. Sinyal carrier sebesar 40 kHz yang diterima oleh receiver akan hilang, karena pada receiver sudah dibatasi dengan menggunakan rangkaian high pass filter dan low pass filter, frekuensi yang kurang dari 159.23 Hz dan lebih dari 7.24 kHz tidak dilewatkan. Sedangkan sinyal informasi sebesar 4T=2200s (454.54 Hz) akan diterima begitu juga pulsa lownya sebesar 1T=550s (1.82 kHz) akan diterima untuk diolah sebagai data header. Salah satu contoh aplikasi dari penggunaan infra red adalah pada TV/VCR remote control. Infra red ini bekerja pada range frekuensi antara 30-60 kHz.
Pembuatan detektor logam tidaklah sesukar yang dibayangakan, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam pembuatannya terutama pada konstruksi sensor. Walaupun demikian detektor logam yang akan dibuat cukup efektif dalam mendeteksi logam, walaupun tidak terhadap semua logam.
Sensor pendeteksi logam saat ini sudah banyak yang menggunakan mikrokontroller untuk memberikan fungsi-fungsi pengaturan yang khusus. Hal ini tentunya akan meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan detektor logam dalam pencarian logam yang diinginkan. Namun, hal inilah yang juga menyebabkan detektor logam mempunyai harga yang cukup tinggi.
Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai pembuatan detektor logam yang tidak menggunakan mikrokontroller namun cukup efektif dalam mendeteksi logam, walaupun tidak pada semua logam. Yang paling penting, mudah dibuat dan cukup efektif pada penggunaanya.

Metode yang digunakan dalam proyek ini adalah metode beat frequency. Pada metode ini, jika sensor (berupa lilitan/search coil) berdekatan dengan logam maka karakteristik dari rangkaian osilator akan berubah. Perubahan karakteristik ini tentunya akan mengakibatkan perubahan frekuensi output dari rangkaian osilator tersebut.


Gambar 1
Blok Diagram Detktor Logam dengan Mengguakan Metode Beat Frequency
Ketika sinyal dengan frekuensi tertentu yang dihasilkan oleh rangkaian osilator pada search coil oscilator di-mix dengan sinyal dari blok Beat Frequency Oscilator maka akan menghasilkan suatu sinyal dengan frekuensi selisih dari frekuensi keduanya dan sinyal ini dapat didengarkan oleh pendengaran manusia. Suara yang dihasilkan seperti suara ‘ketukan’ dengan irama tertentu dan sering dikenal sebagai beat note.
Perubahan frekuensi tergantung pada ukuran logam yang dideteksi dan jarak antara sensor dengan logam yang dideteksi. Dan ketika irama beat ini telah dikuatkan dengan amplifier maka dapat dihubungkan ke sebuah spekaer kecil untuk mendengarkan irama beat yang dihasilkan.





Cara Kerja Rangkaian




Gambar 2
Blok Osilator Sensor dan Osilator Beat
Pada gambar 2 merupakan skematik untuk blok rangkaian osilator sensor dan osilator beat serta rangkaian power supply sederhana. LM7805 digunakan untuk menstabilkan tegangan input 12VDC (dapat juga digunakan 9VDC) untuk menjadi tegangan stabil 5 volt. Tegangan stabil mutlak diperlukan karena jika terjadi perubahan tegangan maka osilator akan menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang berbeda. Nilai kapasitor C1 dan C2 dapat dibuat lebih besar agar dapat menghilangkan noise yang ditimbulkan oleh tegangan supply.
L2 merupakan komponen sensor yang berupa lilitan kawat tembaga dengan email dan bersama-sama dengan komponen VC1, C3, dan C4 membentuk rangkaian resonansi paralel yang frekuensi kerjanya ditentukan dari nilai komponen-komponen tersebut, dalam hal ini yang diharapkan menyebabkan perubahan frekuensi kerja adalah komponen L2.
Rangkaian tune circuit berfungsi untuk melakukan tuning (menentukan frekuensi kerja) osilator yang dibentuk oleh TR1. C3 dan C4 sebenarnya mempunyai fungsi yang khusus yaitu sebagai capacitive tap yang menentukan nilai feedback untuk rangkaian tune circuit tanpa menghubungkan ke tap pada search coil. R2 digunakan untuk memberikan arus DC kepada TR1 agar dapat bekerja dengan normal.
TR2, T1, R3, R4 dan C7 merupakan osilator yang kedua yang nantinya akan dicampur dengan sinyal yang dihasilkan oleh rangkaian osilator yang pertama. Pada blok osilator ini, frekuensi kerjanya diatur oleh T1, yang merupakan rangkaian tuning IF standar yang menggunakan integral kapasitor di dalamnya. Komponen potensimeter VR1 digunakan untuk mengatur level dari sinyal yang dihasilkan oleh blok osilator search coil.
Sampai di kolekor TR3, sinyal mixing yang masih cukup lemah perlu dikuatkan lagi dengan menggunakan sebuah operational amplifier. Dalam proyek ini menggunakan LM324. LM324 mempunyai 4 buah operational amplifier dalam satu kemasan IC. Suplai tenaganya harus sekitar 9 – 12 VDC.

Gambar 3
Rangkaian Penguat Sinyal
Sinyal beat, output pada kolektor TR3 masih cukup lemah begitu pula ketika sinyal ini masuk ke diode D1 (sekitar mV) dan masih belum cukup untuk menggerakkan transduser. Rangkaian R12, R13, dan C14 menghasilkan sebuah referensi tegangan bagi operational amplifier dalam menguatkan sinyal beat agar tegangan referensinya terletak pada tegangan Vin/2. Sedangkan R14 dan R15 digunakan untuk mengatur penguatan (gain) operational amplifier. Komponen VR2 digunakan untuk mengatur volume (volume control) melalui sebuah kapasitor decoupling C16.
Begitu pula untuk blok rangkaian buffer, gambar 4, R17 dan R16 berfungsi untuk mengatur tegangan referensi penguatan agar terletak di tengah-tengah tegangan suplai yaitu Vin/2. pada rangkaian ini LM324 dikonfigurasikan sehingga hanya membentuk rangkaian voltage follower yang berfungsi sebagai buffer sinyal.


Gambar 4
Blok Rangkaian Buffer
Jika juga dinginkan agar dapat dilihat levelnya dalam sebuah VU meter analog maka perlu ditambahkan sebuah rangkaian penyearah sederhana yang dibangun dengan menggunakan operational amplifier dan dioda D2, D3 seperti tampak pada gambar 5.
Penggunaan VU meter penting ketika terjadinya ‘zero beat’ dan juga dapat berfungsi sebagai indikator kondisi baterai, walaupun tidak menunjukkan nilai tegangan dari batterai.
Penurunan tegangan baterai tentunya akan menurunkan level sinyal audio yang disearahkan sehingga level tegangan DC yang masuk ke VU meter akan turun pada kondisi yang sama. R23 digunakan untuk mengatur simpangan maksimum pada VU meter.




Gambar 5
Blok Rangkaian VU meter
Walaupun disain layout PCB tidak terlalu kritis, namun pada proyek ini menggunakan sinyal dengan frekuensi yang cukup tinggi sehingga perlu diterapkannya beberapa aturan.
1. Usahakan tidak membuat jalur PCB yang panjang dalam menghubungkan komponen ke komponen yang lain.
2. Jangan membuat jalur di bawah komponen, terutama komponen yang membentuk rangkaian osilator karena akan menyebabkan stray capacitance.
3. Penempatan komponen sebisa mungkin diletakkan berdekatan untuk setiap blok rangkaian.
4. Penempatan kapasitor decoupling frekuensi tinggi sedekat mungkin dengan komponen yang dimaksud (seperti TR1) untuk mengurangi noise dan menjaga kestabilan sistem.
Konstruksi Search Coil
Adaberapa metode dalam membuat search coil. Search coil dapat dibentuk dengan menggunakan kawat tembaga yang mempunyai lapisan email sebanyak 25 lilitan dengan diameter 18 cm.
Bentuk dari lilitannya dapat dilihat pada gambar 6. Untuk bentuk lilitan Double D mempunyai karakteristik yang cukup baik dalam hal penunjukkan lokasi, mempunyai daerah pencarian yang cukup besar dan sensitivitas yang baik. Biasanya digunakan untuk detektor yang besar. Sedangkan lilitan isearch coil Biasanya digunakan untuk detektor yang besar. Sedangkan lilitan search coil yang berupa persegi panjang mempunyai daerah pencarian yang lebih sempit.



Gambar 6
Konstruksi Search Coil
Pembuatan pelindung search coil dan penggunaan poros berputar tergantung dari kebutuhan karena setiap aplikasi membutuhkan bentuk dari pelindung yang berbeda.
Frekuensi yang dihasilkan oleh rangkaian osilator search coil adalah sekitar 400KHz sampai 500KHz sehingga nilai L1 (seach coil) perlu disesuaikan dengan kondisi ini. Jika jumlah lilitan pada search coil kurang/lebih dapat mempengaruhi kerja dari detektor logam ini.
Pengaturan ‘zero beat’ harus dilakukan pertama kali dengan cara mengatur T1 agar didapatkan suara ketukan, VR1 agar didapatkan kualitas suara yang paling baik. Sampai di sini T1 perlu di atur ulang (perlahan) sampai tidak didapatkan suara ketukan (beat). Kecepatan irama (pitch) dapat diatur dengan mengatur VC1.
Dalam pengaturan VU meter, simpangan maksimal perlu diatur. Atur sehingga VC1 menghasilkan output sekitar 1KHz dan atur VR3 sehingga menghasilkan pembacaan yang maksimal. Ketika kondisi ‘zero beat’ terjadi maka VU meter juga tidak terjadi simpangan.





Detektor Logam - Bagian I

Teror bom akhir-akhir ini sering kali terdengar bahkan kita sebagai orang awam menjadi ketakutan. Rasa aman dan kenyamanan menjadi terganggu oleh kegiatan sweeping bom, pemeriksaan atau bahkan penggeledahan. Saat ini bom yang biasanya terbuat dari bahan logam itu harus dideteksi dengan peralatan yang mahal dan hanya instansi-instansi tertentu yang memilikinya.
Metal detector tidaklah selalu digunakan sebagai detektor bom, masih banyak kegunaan lainnya seperti pendeteksian bongkahan fosil di dinding-dinding batu atau harta karun yang terkubur di tanah. Detektor logam secara umum dapat dikatakan sebagi alat yang dapat mendeteksi adanya logam pada jarak tertentu dari sensor.
Metode yang digunakan untuk membangun sebuah detektor logam sangat beragam dan semuanya itu tergantung dari aplikasi detektor logam. Yang dimaksudkan dengan aplikasi adalah apa yang ingin di deteksi logam atau benda non-logam. Jadi aplikasi dari detektor logam tidaklah harus logam tetapi dapat pula berupa benda non-logam (tidak semua benda non-logam).
Beat Frequency Oscilator
Salah satu tipe dari detektor logam adalah tipe Beat frequency Oscilator (BFO). Metoda yang digunakan pada detektor logam pada umumnya adalah perubahan karakteristik osilator ketika terdapat sensor mendekati adanya logam.


Gambar 1
Blok Diagram Detektor Logam dengan Beat Frequency Osilator
Detektor bekerja berdasarkan frekuensi resonan yang telah di atur berubah-ubah ketika terdapat objek berupa logam yang letaknya cukup dekat dengan sensor search coil. Rangkaian tuning (tune circuit) harus merupakan bagaian dari rangkaian osilator sehingga jika koil sensor didekati oleh logam tertentu maka frekuensi output dari rangkaian osilasi ini akan berubah. Variasi perubahan frekuensi output ini tergantung dari frekuensi yang dipilih. Pemilihan frekuensi yang semakin tinggi akan menyebabkan sensitivitas rangkaian meningkat karena perubahan frekuensinya semakin besar. Tetap jika pemilihan frekuensi terlalu tinggi maka pada prakteknya akan menghasilkan suatu sistem yang tidak sensitif. Hal ini karena pada frekuensi tinggi sebagian besar tidak akan dipantulkan kembali tetapi akan diserap oleh tanah, material bangunan.

Gambar 2
Rangkaian Detektor Logam dengan Beat Frequency Oscilator
Frekuensi yang digunakan (f1-dihasilkan oleh tank circuit dengan L1) biasanya di atas kemampuan pendengaran manusia. Karena tidak bisa didengar oleh pendegaran manusia maka perubahan frekuensi yang terjadi juga tidak akan dapat didengar pula. Untuk mengatasi hal ini maka harus dibuat nada tersendiri (audible frekuency- f2) yang menunjukkan adanya perubahan frekuensi tersebut. Inilah yang dikatakan dengan beat.
Dengan pencampuran sinyal kedua (f1 dan f2) akan menghasilkan sinyal f1, f2, (f1+f2), dan (f1-f2). Sinyal yang dapat didengar oleh pendengaran manusia adalah sinyal (f1-f2). Maka ketika ada perubahan frekuensi yang disebabkan perubahan karakteristik di search coil dapat didengarkan oleh manusia sebagai irama-beat yang berubah-ubah. Irama –beat inilah yang merupakan sinyal (f1-f2) tadi.
Pengaturan VC1 tidaklah mudah karena hal ini memerlukan percobaan pada logam tertentu. Begitu pula untuk pengaturan irama beat yang didengar karena pada suatu kondisi tertentu irama beat ini akan terasa menggangu sekali. Jadi tidaklah menutup kemungkinan tidak dihasilkannya beat atau irama beatnya lebih rendah dari keadaan normalnya karena semuanya ini dapat di atur pada VC1.
Jadi ketika terdapat perubahan karakteristik search coil maka akan dihasilkan pula suara yang frekuensinya tergantung dari beda frekuensi yang dihasilkan oleh L1 dan frekuensi yang dihasilkan oleh L2.
Metode ini masih mempunyai kelemahan yaitu variasi frekuensi outputnya masih terlalu kecil sehingga perubahan frekuensinya hampir tidak nampak. Selain itu pada suatu kondisi tertentu dapa menghasilkan suatu frekuensi dibawah audible sound. Untuk itu perlu adanya konfigurasi ulang pada kapasitor kopling dan nilai frekuensi yang digunakan.
Nilai-nilai komponen yang ada dirangkaian gambar 2 merupakan nilai-nilai yang tertentu pada suatu logam. Jadi untuk logam tertentu maka nilai komponennya perlu disesuiakan terutama VC1, C1, C4, dan C5.
Induktor L1 dibentuk dari lilitan yang berfungsi sebagai search coil. Induktor ini akan beresonansi bersama-sama dengan VC1 untuk menghasilkan tank circuit dengan Q yang tinggi. Osilator yang kedua dibentuk dari L2, C4, C5, R4, dan Q2 dan rangkaian osilator ini akan menghasilkan suatu sinyal dengan frekuensi yang tetap. D1 berfungsi sebagai pencampur sederhana antara f1 dan f2 dan akan menghasilkan sinyal dengan frekuensi (f1-f2) dan banyak sinyal harmonic. Sinyal dengan frekuensi (f1-f2) dibuat sedemikian hingga dapat berada pada daerah yang dapat didengar oleh pendengaran manusia.
Misalkan f1 pada 100KHz dan f2 pada 101KHz maka setelah dimixer, sinyal (f1-f2) akan menghasilkan sinyal dengan frekuensi 1KHz. Sinyal differensial ini harus dikuatkan terlebih dahulu dengan menggunakan sebuah opamp yang nantinya hanya dapat men-drive headphone dengan impedansi yang tinggi. Jika dinginkan agar dapat digunakan untuk headphone biasa maka LM741 dapa diganti dengan chip amplifier yang bertipe audio amplifier. Karena audio ampilifier outputnya mempunyai impedansi yang rendah. Pengaturan gain amplifier ditentukan dari pengaturan R7 dan R10 dan jika diperlukan maka output dari LM741 dapat dimasukkan ke sebuah rangkaian power amplifier untuk dapat menggerakkan sebuah spaker.
Rangkaian pada gambar 2 sangat sederhana sehingga memungkinkan terjadinya frequency drift – pergeseran frekuensi. Hal ini biasanya disebabkan oleh karena faktor suhu. Walaupun demikian permasalahan ini bukan merupakan masalah yang serius. Permsalahan ini dapat ditanganni dengan mencari komponen kapasitor yang mempunyai toleransi suhu cukup besar. Selain itu layout PCB juga mempunyai pengaruh yang besar pada permsalahan ini.
Ukuran dari search coil tergantung dari sensitivitas detektor logam yang dinginkan dan bentuk dari sensor itu sendiri. Misalnya, sebuah search coil yang besar tentunya dapat dengan mudah menemukan logam yang dicari pada suatu area yang luas daripada sebuah detektor logam dengan search coil yang kecil. Sebaliknya detektor logam yang besar tidak dapat menentukan lokasi kabel yang tertanan pada sebuah tembok dengan tepat karena ukuran sensornya yang besar.
Jadi semakin besar search coil nya maka keakurasiannya semakin kecil tetapi sensitiviasnya semakin besar tetapi sebaliknya search coil yang kecil, biasanya digunakan untuk compact metal detector, mempunyai keakurasian yang tinggi tetapi sensitivitasnya kurang. Bentuk dari search coil biasanya adalah lingkaran atau persegi. Selain itu perlu adanya lapisan shield yang berfungsi untuk mengurangi efek elektrostatis dan efek-efek yang disebabkan karena benda-benda kapasitif.
Detektor Resonansi dengan Frekuensi Tetap
Pada detektor ini, prinsipnya hampir sama dengan BFO tetapi sedikit berbeda pada bagian tune circuitnya. Perubahan karakteristik pada search coil akan menyebabkan nilai Q bergeser sehingga sinyal dengan frekuensi tetap amplitudonya berubah-ubah. Pada saat search coil didekatkan pada sebuah logam maka nilai Q akan tepat pada frekuensi sinyal yang dihasilkan pada fix frequency oscilator dan akan menghasilkan sinyal dengan peak yang maksimal.

Gambar 3
Detektor Resonansi dengan Frekuensi Tetap
Sehingga dengan menggunakan detektor ini akan didapatkan perubahan amplitudo/level tegangan sinyal yang dihasilakn oleh osilator tersebut. Tinggi-rendahnya level sinyal tersebut dihasilkan dari penyerahan dan pemfilteran sinyal osilator yang di-tune berdasarkan karakteristik L pada search coil.

Gambar 4
Rangkaian Pengganti Voltmeter
Ketika tegangan threshold tercapai maka dengan menghubungkan sebuah komparator pada output dari blok rectifier/filter dan output LM311, sebuah komparator, pada sebuah buzzer maka akan didapatkan sebuah suara ketika mendeteksi kehadiran sebuah logam.
R1 dan VR1 digunakan untuk mentukan tegangan threshold dan R3 digunakan untuk mengatur histerisis pada proses komparator LM311. Histeris mutlak diperlukan untuk mencegah adanya osilasi disekitar daerah trigger. Dengan menggunakan rangkaian pada gambar 4, buzzer tidak akan bekerja sampai ditemukannya sebuah logam.
Untuk versi detektor yang menggunakan sebuah chip saja, rangkaian detektor logam dapat dibangun dengan mengguakan chip CS209A. Chip ini memang didisain untuk kepentingan pendeteksian logam. Chip ini biasanya digunakan untuk detektor logam mini. Operasi kerjanya mirip dengan detektor resonan yang menggunakan frekuensi tetap. Output dari chip CS209 ini nanti dapat menggerakkan sebuah buzzer.
Metode detektor logam yang lain adalah dengan menggunakan magnetometer. Detektor ini biasanya digunakan untuk mendeteksi logam yang tertanam jauh di dalam tanah.




Gambar 5
Blok Diagram Detektor dengan Metode Magnetometer
Detektor logam yang menggunakan metode magnetometer tidaklah kebal terhadap gangguan-gangguan yang disebabkan oleh medan magnet yang disebabkan oleh jaringan listrik, atau meterial-material yang mengandung bahan-bahan magnetik. Walaupun demikian detektor logam ini paling menjanjikan hasil yang paling baik daripada detektor-detektor logam dengan metode yang lain.
Karena sinyal magnetik yang diterima sangat kecil maka konstruksi alatnya perlu diperhatikan dengan baik begitu pula dengan rangkaian osilator dan drivernya.
Ketika terdapat logam maka sinyal yang dihasilkan oleh osilator akan semakin kuat, semakin tinggi puncak dari sinyal akan menghasilkan level tegangan yang semakin tinggi pula.
Bagaimana cara menentukan keberadaan sebuah logam dengan sebuah detektor logam juga menentukan keberhasilan pencarian logam yang dimaksudkan. Walaupun dalam beberapa metode yang terakhir semuanya ditentukan dari pembacaan voltmeter tidaklah harus demkian karena dengan menentukan level trigger pada level tertentu maka dapat digunakan untuk membunyikan sebuah buzzer atau menyalakan sebuah LED.
Dengan mencari kondisi yang paling maksimal maka dapat diambil kesimpulan bahwa logam terletak pada area tersebut. Dengan menggunakan search coil yang lebih banyak pun dapat dihasilkan penunjukkan yang tepat dalam waktu yang lebih singkat.
Yang penting bahwa dalam pembacaan hasil dari sebuah detektor, kondisinya dapat bervariasi tergantung dari bahan logam yang dikandung dan kedalamannya terhadap permukaan tanah.
Detektor Medan Magnet Dengan Hall Effect Sensor

Medan magnet atau sering dikatakan dengan magnetic field itu tidak dapat dirasakan oleh indra manusia. Detektor medan magnet tidaklah terlalu sukar untuk dibuat namun cukup memiliki kepekaan yang cukup baik.
Proyek untuk membuat detektor medan magnet ini tidak membutuhkan banyak komponen sehingga mudah dibuat dan tidak membutuhkan biaya yang banyak tetapi menghasilkan kepekaan yang baik. Detektor medan magnet di dalam proyek ini tidaklah dititikberatkan pada ketelitian pengukuran tetapi pada ada tidaknya medan magnet dalam radius sekitar 10 cm yang mempunyai kekutaan medan magnet konstan atau berubah dengan frekuensi yang tidak terlalu tinggi, sekitar sampai 20KHz.
Hall Effect Sensor
Hall effect sensor merupakan sensor yang digunakan untuk mendeteksi medan magnet. Hall Effect sensor akan menghasilkan sebuah tegangan yang proporsional dengan kekuatan medan magnet yang diterima oleh sensor tersebut.
Pendeteksian perubahan kekuatan medan magnet cukup mudah dan tidak memerlukan apapun selain sebuah inductor yang bergunsi sebagai sensornya. Kelemahan dari detektor dengan menggunakan induktor adalah kekuatan medan magnet yang statis (kekuatan medan magnetnya tidak berubah) tidak dapat dideteksi.
Oleh sebab itu diperlukan cara yang lain untuk mendeteksinya yaitu dengan sensor yang dinamakan dengan ‘hall effect’ sensor. Sensor ini terdiri dari sebuah lapisan silikon yang berfungsi untuk mengalirkan arus listrik.


Gambar 1
Hall Effect Sensor


Sensor hall effect ini hanya terdiri dari sebuah lapisan silikon dan dua buah elektroda pada masing-masing sisi silikon. Hal ini akan menghasilkan perbedaan tegangan pada outputnya ketika lapisan silikon ini dialiri oleh arus listrik. Tanpa adanya pengaruh dari medan magnet maka arus yang mengalir pada silikon tersebut akan tepat ditengah-tengah silikon dan menghasilkan tegangan yang sama antara elektrode sebelah kiri dan elektrode sebelah kanan sehingga menghasilkan tegangan beda tegangan 0 volt pada outputnya.
Ketika terdapat medan magnet mempengaruhi sensor ini maka arus yang mengalir akan berbelok mendekati/menjauhi sisi yang dipengaruhi oleh medan magnet. Ketika arus yang melalui lapisan silikon tersebut mendekati sisi silikon sebelah kiri maka terjadi ketidak seimbangan tegagan output dan hal ini akan menghasilkan sebuah beda tegangan di outputnya.
Semakin besar kekuatan medan magnet yang mempengaruhi sensor ini akan menyebabkan pembelokan arus di dalam lapisan silikon ini akan semakin besar dan semakin besar pula ketidakseimbangan tegangan antara kedua sisi lapisan silikon pada sensor. Semakin besar ketidakseimbangan tegangan ini akan menghasilkan beda tegangan yang semakin besar pada output sensor ini.
Arah pembelokan arah arus pada lapisan silikon ini dapat digunakan untuk mengetahui polaritas kutub medanhall effect sensor ini. Sensor hall effect ini dapat bekerja jika hanya salah satu sisi yang dipengaruhi oleh medan magnet. Jika kedua sisi silikon dipengaruhi oleh medan magnet maka arah arus tidak akan dipengaruhi oleh medan magnet itu. Oleh sebab itu jika kedua sisi silikon dipengaruhi oleh medan magnet yang mempengaruhi magnet maka tegangan outputnya tidak akan berubah.
Sensor yang digunakan di dalam proyek ini adalah sensor UGN3503U. Sensor ini akan menghasilkan tegangan yang proporsional dengan kekuatan medan magnet yang dideteksi oleh sesnor ini. Selain itu komponen ini dipilih karena relatif murah, mudah digunakan dan mempunyai performa yang cukup baik. Sensor UGN3503 ini mempunyai 3 pin antara lain :
Pin 1 : VCC, pin tegangan suplai
Pin 2 : GND, pin ground
Pin 3 : Vout, pin tegangan output.
Gambar 2
Pinout Hall Effect Sensor UGN3503U

rangkaian sensor dan menghasilkan tegangan output ditengah-tengah tegangan suplai. Pada sensor ini jika mendapat pengaruh medan magnet dengan polaritas kutub utara maka akan menghasilkan pengurangan pada tegangan output sebaliknya jika terdapat pengaruh medan magnet dengan polaritas kutub selatan maka akan menghasilkan peningkatan tegangan pada outputnya. Sensor ini dapat merespon perubahan kekuatan medan magnet mulai kekuatan medan magnet yang statis maupun kekuatan medan magnet yang berubah-ubah dengan frekuensi sampai 20KHz.


Gambar 3
Blok Diagram Rangkaian Internal UGN3503U


Sensor hall effect UGN3503 ini mempunyai suplai tegangan yang cukup lebar yaitu mulai 4.5V sampai 6V dengan kepekaan perubahan kekuatan medan magnet sampai frekuensi 23KHz.
Cara Kerja Rangkaian
Inti dari sistem ini adalah sensor UGN3503U. Sensor ini akan menghasilkan tegangan output 3V jika tidak ada pengaruh medan magnet pada sensornya. Tegagnan output yang dihasilkan tidaklah cukup kuat sehingga masih diperlukan sebuah op amp yang digunakan untuk memperkuat perubahan sinyal dari sensor UGN3503U.
Untuk itu digunakan sebuah op amp yang mempunyai karakteristik ‘precision operational amplifier’. Salah satunya adalah OP77 atau TL071/TL081. Dasar pemilihan OP77 adalah op amp ini mampu berooperasi dengan menggunakan single supply tegangan yang cukup rendah yaitu 6 voltDC.
OP77 mempunyai gain yang cukup tinggi sekitar 100.000 pada struktur open loop. Pada rangkaian ini OP77 dikonfigurasikan sebagai inverting amplifier dengan gain ‘close loop’ sekitar 300 dengan pengaturan nilai resistor R7 dan R1. Nilai gain ini didapatkan dengan membagi nilai resistor R7 dengan nilai resistor R1. Tingginya gain akan meningkatkan sensitivitas alat in namun juga menyebabkan opamp semakin peka terhadap noise dan ‘drift’, pergeseran penguatan karena suhu atau tegangan offset yang tidak tepat.
OP77 akan memperkuat beda tegangan antara tegangan di resistor R1 dan tegangan pada pin non-inverting. Tegangan ini dapat diatur dengan mengatur resistansi pada potensiometer R2 sehingga menghasilkan pembagian tegangan yang diharapkan. Tegangan pada pin non inverting ini harus sama dengan tegangan output sensor UGN3503 ketika tidak ada pengaruh dari medan magnet.
Kapasitor C3 berfungsi untuk mem-blok arus DC yang akan masuk ke earphone karena dapat merusak earphone itu sendiri. Dengan adanya kapasitor ini maka sinyal AC yang berasal dari perubahan kekuatan medan magnet dengan frekuensi yang agak tinggi dapat didengarkan melalui earphone ini.

Gambar 4
Rangkaian Detektor Medan Magnett
Resistor R4 dan R5 ini akan membagi tegangan menjadi setengah dari tegangan suplai dan harus sama dengan tegangan output dari OP77 jika tidak ada pengaruh dari medan magnet. Sehingga dengan kondisi ini (tidak ada pengaruh dari medan magnet) akan meghasilkan pembacaan pada meter ‘0’.
VU meter yang digunakan adalah VU meter yang nilai 0-nya berada ditengah-tengah karena pada alat ini dimungkinkan untuk bergerak ke kiri atau ke kanan tergantung dari polaritas medan magnet. Sehingga ketika tidak ada pengaruh medan magnet maka tegangan antara pin VU(+) dan pin VU(-) akan ) volt sehingga VU meter tidak terjadi penyimpangan.
Penurunan tegangan output dari OP77 (sensor dipengaruhi medan magnet berpolaritas utara) akan menghasilkan beda tegangan dimana tegangan pada pin VU(-) akan lebih rendah daripada tegangan pada pin VU(+) sehingga terjadi aliran arus dari pin VU(+) ke pin VU(-). Dalam kondisi seperti ini akan terjadi penyimpangan jarum VU meter ke arah kanan. Pada kondisi sensor mendapatkan pengaruh dari medan magnet negatif maka simpangan jarumnya akan menyimpang ke arah kiri. Pemasangan polaritas VU meter akan menyebabkan arah simpangan akan terbalik pula.
Pada kondisi pembacaan yang baik dibutuhkan medan magnet yang cukup kuta. Semakin kuat medan magnet yang mempengaruhi sensor ini maka akan semakin besar pula simpangan jarum pada VU meter. Sesuai dengan rangkaian pada gambar 4, jika sensor dipengaruhi medan magnet negatif maka akan didapatkan pembacaan negatif (ke kiri) sedangkan jika sensor mendapatkan pengaruh dari medan magnet posistif maka akan didapatkan pembacaan pac\da VU meter posistif (ke arah kanan).
Nilai R4 dan R6 akan mempengaruhi besarnya arus maksimum yang boleh lewat ke VU meter sehingga dapat dkatakan nilai R4 dan R6 mengatur dari kondisi full scale pembacaan VU meter pada suatu kondisi tertentu.


Gambar 5
Rangkaian Lengkap Detektor Medan Magnet
Setting
Pada saat pertama kali dihidupkan simpangan jarum VU meter harus pada pembacaan ‘0’. Jika simpangan jarum VU meter tidak pada ‘0’ maka perlu pengaturan pada potensiometer R2. Untuk pengaturan pembacaan full scalenya, sensor didekatkan dengan sebuah magnet. Jika sudah dilakukan ternyata masih belum didapatkan simpangan penuh maka perlu dilakukan penggantian nilai R4 dan R6 menjadi lebih kecil menjadi 27KW sampai 30KW.
Ketika sensor diletakkan didekat kabel listrik maka pembacaan tidak akan menghasilkan simpangan tetapi ketika didengarkan melaluui earphone akan terdengar bunyi ‘hum’. Hal ini disebabkan karena medan magnet yang dihasilkan polaritasnya berganti-ganti dengan frekuensi sekitar 50Hz (frekuensi tegangan AC). Pengaruh medan magnet seperti ini tidak dapat direspon oleh VU meter karena terlalu cepat dan tegangan pada pin VU(+) dan pin VU(-) akan saling menghilangkan dengan cepat.
Sistem Interface Input/Output antara Sistem Digital dan Sistem Analog

Penggunaan komputer saat ini tidak lagi terbatas pada pengolahan dan manipulasi data saja tetapi sudah digunakan untuk mengkontrol berbagai peralatan seperti penghitung pulsa telepon, menyalakan/mematikan lampu secara otomatis, dan lain sebagainya. Dengan penggunaan komputer seperti yang telah disebutkan di atas maka seolah-olah komputer berperan sebagai manusia yang dapat diprogram untuk menjalankan apa yang dikehendaki oleh programmernya.
Antara sistem digital (sebagai pengontrol) dan sistem analog (sebagai peralatan yang dikontrol) harus terdapat suatu jembatan yang menghubungkan kedua sistem tersebut. Jembatan ini selanjutnya disebut sistem interface IO.
Jadi untuk sistem kontrol secara digital ini selalu terdiri dari 3 bagian yaitu : sistem digital, sistem interface IO dan sistem analog. Sistem digital merupakan sistem yang menjadi otak dari sistem secara keseluruhan. Sistem digital ini membaca kondisi dari sistem analog melalui sistem interface IO dan mengkontrol sistem analog melalui sistem interface IO.
Sistem kontrol secara digital ini menggantikan sistem kontrol manual yang menggunakan switch mekanik dan diatur secara manual pula. Selain itu dengan sistem kontrol secara digital ini, kondisi sistem analaog yang dikontrol dapat pula dimonitor keadaannya. Sistem analog merupakan bagian dari peralatan analog yang aktivitasnya dikontrol oleh sistem digitalnya melalui sistem interface IO. Sistem analog dapat berupa lampu bolam 220 volt, motor AC, bahkan sampai ke peralatan industri yang menggunakan arus besar.
Disini terlihat bahwa sistem interface IO sangat penting peranannya yaitu untuk menginterfacekan sistem digital yang hanya mengenal kondisi ‘H’, yang ekuivalen dengan tegangan 4.5 volt sampai 5 volt dan kondisi ‘L’ yang setara dengan tegangan dibawah 1.2 volt dengan sistem analog dengan tegangan 220 VAC dengan konsumsi arus yang paling tidak 1A ke atas.
Dari kondisi seperti di atas maka perlulah bagian digital dan bagian analog ini dilewatkan sistem interface yang secara elektronik terisolasi antar bagiannya. Teknik interface IO disini ada beberapa teknik dan tiap teknik tersebut mempunyai keistimewaan pada aplikasi tertentu.
Contoh Aplikasi
Dengan menggunakan sebuah PC diharapkan dapat mengkontrol 10 buah titik lampu yang menyala/mati pada jam-jam tertentu. Melalui sebuah PPI card (dengan menggunakan chip PPI 8255) dapat dikontrol 24 buah beban. Output PPI adalah TTL level sedangkan untuk lampu yang digunakan adalah lampu TL biasa. Untuk menginterfacekan antara PPI (sistem digital) dengan lampu (sistem analog) digunakan relay 5volt.
Contoh aplikasi ini adalah salah satu contoh penggunaan relay sebagai interafce antara sistem digital dan sistem analog.
Sistem Interface I/O
Sistem interface I/O yang paling baik adalah sistem interface dimana sistem digital dan sistem analognya terisolasi, terpisah. Biasanya digunakan relay atau optocoupler. Penggunaan relay lebih mudah namun lebih sering menimbulkan masalah karena relay dapat menghasilkan noise pada sistem digital pada saat relay berubahan keadaan. Selain itu penggunaan relay membutuhkan daya yang lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan optoisolator.
Sistem interface yang baik pada umumnya menggunakan optoisolator atau yang lebih dikenal dengan optocoupler sepert 4N31 atau 4N35. Dengan menggunakan optocoupler arus yang digunakan lebih sedikit paling tidak 10 mA -15 mA.


Gambar 1
Blok Diagram
Penggunaan optocoupler seperti 4N35 lebih disukai daripada penggunaan relay secara langsung.
Optoisolator
Optoisolator merupakan komponen yang digunakan sebagai komponen kontrol I/O untuk peralatan yang beroperasi dengan tegangan DC atau AC. Sebuah optocoupler terdiri dari GaAs LED dan phottransistor NPN yang terbuat dari silicon. Untuk rangkaian penggunaan optoisolator dapat dilihat pada gambar 3a dan 3b.
Pada gambar 3a. optoisolator mendapat input TTL berbentuk sinyal kotak sehingga outputnya juga berupa sinyal kotak namun level tegangan berubah menjadi 0-+24 volt.



Gambar 2
Optoisolator





Gambar 3
Penggunaan Optoisolator
Pada gambar 3b optoisolator digunakan pada input yang termodulasi dengan tegangan Vin terisolasi dengan Vout modulasi yang tegangan puncaknya +12V.
Faktor yang paling penting pada interface I/O terutama untuk beban yang menggunakan tegangan AC maka isolasi merupakan hal yang paing penting dan harus diperhatikan dalam disain. Sistem digital menggunakan level tegangan +5volt sedangkan beban menggunakan tegangan 220VAC. Perbedaan tegangan ini sudah cukup untuk menyebabkan sistem kontrol digital, PC misalnya, untuk rusak jika port pada komputer ini menerima tegangan imbas dari beban 220VAC.



Gambar 4
Aplikasi Optoisolator

Dengan skematik pada gambar 4, optoisolator mendapatkan tegangan 115VAC namun arusnya dilewat hanya 8mA dan arus sebesar ini sudah cukup untuk membuat phototransistor aktif dan logika yang diterima inverter menjadi ‘low’. Dengan rangkaian ini kita mendapatkan pulsa periodik dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi tegangan PLN 50/60Hz tetapi berbentuk pulsa kotak. Dengan adanya pulsa pada Pulse Out maka dapat dipastikan bahwa masih ada tegangan pada jaringan PLN sedangkan jika sudah tidak terdapat pulsa lagi maka dapat dipastikan tegangan jaringan PLN adalah 0 VAC.
Kerugian atau keburukan dari optocoupler adalah pada kecepatan switchingnya. Hal ini disebabkan karena efek dari area yang sensistif terhadap cahaya dan timbulnya efek kapasitansi pada ‘junction’-nya. Jika diperlukan kecepatan switching yang cukup tinggi maka optoisolator harus dikonfigurasikan sehingga yang digunakan adalah sebagai photodiode-nya seperti tampak pada gambar 5.

Gambar 5
Diode-Diode Optocoupler

Cara lain untuk melakukan isolasi antara rangkaian tegangan tinggi dengan rangkaian tegangan rendah adalah menggunakan relay. Kelemahan dari relay adalah harga sebuah relay dengan kapasitas arus yang besar cukup mahal, ukuran dimensi relay besar sehingga PCB yang digunakan semakin besar pula, menimbulkan sinyal noise, dan responnya lambat. Sedangkan dengan menggunakan optocoupler, ukurannya kecil sehingga ukuran PCBnya menjadi lebih kecil dan pada akhirnya perlatan tersebut menjadi kecil pula, kecepatan responnya lebih cepat.



Penggunaan Solid State Relay (SSR)
Pada pembahasan di atas, relay tetap dapat digunakan namun untuk saat ini lebih disukai penggunaan solid state relay karena ada dua pertimbangan yaitu efek noise yang ditimbulkan tidak terlalu besar dan harga solid state relay relatif lebih murah dari pada sebuah relay dengan kualitas yang sama.


Gambar 6
Rangkaian Ekuivalen Solid State Relay
Ada satu faktor lagi yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan beban yang menggunakan tegangan AC. Yaitu pada masalah waktu aktivasinya. Karena tegangan untuk AC selalu berubah-ubah maka aktivasi pada solid state relay harus dilakukan pada saat tegangan AC pada saat mendekati nol volt. Tujuannya adalah untuk memperpanjang umur solid state itu sendiri karena jika aktivasi SSR ini pada saat tegangan AC nya berada pada tegangan 220VAC misalnya, maka akan timbul ‘surge current’ yang dapat menimbulkan arus yang sangat besar dan pada akhirnya menyebabkan solid state relay tersebut rusak.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka untuk penggunaaan solid state relay harus pula diserta dengan rangkaian zero crossing detector. Rangkaian zero crossing detector ini akan mendeteksi kapan tegangan VAC ini pada nilai nol volt. Dengan adanya pemberitahuan keadaan ini maka kapan aktivasi solid state relay dapat ditentukan dan solid state relay dapat bekerja dengan baik.


Gambar 7
Rangkaian Zero Crossing (Isolated)

Pada gambar 7 merupakan rangkaian zero crossing detector yang menggunakan sistem yang terisolasi dengan menggunakan transformer step down. Teknik ini paling aman digunakan namun biaya pembuatannya relatif lebih mahal karena masih menggunakan transformer.
Dengan adanya rangkaian sistem interface antara tegangan tinggi dan tegangan rendah maka diharapkan tidak terjadi rusaknya port mikrokontroller atau PC karena mendapat imbas tegangan tinggi dari aplikasi seperti motor AC.

Detektor Medan Magnet dengan menggunakan Fluxgate Magneto Meter

Sensor medan magnet memang jarang digunakan namun keberadaan perlatan ini tetap diperlukan. Beberapa sensor memang menghasilkan detektor medan yang baik namun sukar dalam konstruksinya. Untuk itu diperkenalkan sebuah sensor lain yang dikenal dengan ‘fluxgate magnetometer’.
Sensor fluxgate magnetometer ini merupakan sensor kuat medan magnet yang mengukur kuat-lemahnya medan magnet secara absolut. Konstruksi dan penggunaannya juga sangat sederhana, tidak seperti rangkaian detektor medan dengan teknik BFO (Beat Frequency Oscilator).
Rangkaian detektor medan magnet dengan menggunakan fluxgate magnetometer (FGM), yang selanjutnya disebut dengan fluxgate, sangat sederhana dan mudah dalam pengaplikasian dan konstruksinya. Selain itu alat ini berukuran kecil, mudah dibawa kemana-mana tanpa menampakkan bahwa alat ini adalah detektor medan magnet.


Gambar 1
Blok Diagram Detektor Medan Magnet dengan Menggunakan Fluxgate


Fluxgate Magnetometer
Komponen ini merupakan salah satu kompnen yang dapat mendeteksi kuat medan magnet selain komponen hall effect sensor. Pemakaian fluxgate sedikit berbeda dengan pemakaian pada hall effect sensor karena yang dioutputkan oleh komponen fluxgate adalah berupa pulsa-pulsa kotak 0 – 5volt dengan frekuensi tertentu yang berkaitan dengan polaritas dan kuat medan magnet yang diterima oleh fluxgate.
Dengan bentuk output seperti ini maka output fluxgate dapat langsung diumpankan pada gerbang logika (TTL) karena outputnya sudah pada level TTL. Teknik yang digunakan untuk mengalikasikan fluxgate hampir sama dengan teknik BFO. Frekuensi output untuk fluxgate pada kondisi normal (tanpa pengaruh medan magnet) adalah pada 64.736KHz. Sinyal dengan frekuensi ini harus diturunkan dulu menjadi sekitar 32.368KHz agar ketika dicampur dengan sinyal referensi akan terbentuk sinyal dengan frekuensi yang dapat didengarkan oleh indera penderngar manusia.
Untuk membagi 2 frekuensi output dari fluxgate digunakan komponen digital D flip-flop yaitu MC4013. Pada MC4013 ini terdiri dari dua buah D flip-flop dimana salah satunya digunakan sebagai mixer dari osilator yang dibentuk dari IC opamp U2, TL081. Frekuensi output sinyal osilator ini pada 32.768KHz diumpankan pada input clock2 D flip-flop. Konfigurasi ini secara tidak langsung membentuk rangkaian mixer secara digital.
Output dari Q2 merupakan level digital yang mempunyai variasi frekuensi cukup baik dan dapat di dengar perubahannya. Frekuensi output Q2 berkisar pada frekuensi 100Hz.



Gambar 2
Rangkaian Lengkap Detektor Medan Magnet
Resistor R3 berfungsi untuk menghasilkan negative feedback yang cukup kecil sedangkan R4 akan membatasi arus output opamp yang mengalir menuju kristal agar kristal bekerja pada daerah operasi yang baik.
Rangkaian R5 dan C6 akan membentuk sebuah LPF orde satu untuk menapis sinyal dengan frekuensi tinggi sebelum sinyal ini dikuatkan lagi untuk akhirnya diumpankan pada sebuah speaker. Kuat-lemahnya bunyi ditentukan oleh besar-kecilnya nilai resistor R6. Apabila volume suara masih kurang keras maka nilai resistor R6 dapat diturunkan sampai didapatkan volume suara yang dinginkan.
Selanjutnya rangkaian dioda D1, D2, C10 dan C12 akan membentuk sebuah rangakaian charge pump sederhana yang nantinya akan men-drive led. Rangkaian charge pump ini akan bekerja jika level output dari TL082 (U3) pada level yang cukup tinggi sehingga led akan tampak berkedip jika sensor mendapatkan medan magnet yang cukup kuat.
Pengaturan nilai R5 dan C6 yang merupakan LPF ini sangat berperan dalam penentuan waktu penyalaan led. Dengan kata lain led akan menyala setelah didapatkan medan magnet dengan kekuatan tertentu.
Semakin kuat medn magnet yang diukur oleh fluxgate maka semakin tinggi pula output frekuensinya sehingga pada akhirnya semakin tinggi pula frekuensi sinyal yang lewat pada rangkaian LPF tersebut. Sehingga nilai C6 dan R5 harus dibuat sedemikian rupa sehingga pada kuat medan magnet tertentu akan menyalakan led. Tetapi dengan nilai R5 dan C6 pada skematik sudah cukup untuk kondisi pada umumnya.
Secara keseluruhan rangkaian ini tidak jauh berbeda dengan detektor medan magnet sebelumnya namun disini, sensor yang digunakan mempunyai karakteristik yang berbeda dan menarik untuk dipelajari dan diaplikasikan. Selain itu konstruksi untuk sensornya tidak sulit, cukup dengan menyambungkan 3 buah kabel saja.

Alat Copy memory(eeprom) TV,MONITOR,DVD

Apakah rekan rekan jasa service tv,dvd,monitor dan alat elektronika ada yang pernah mengalami kesulitan jika barang elektronik yang diperbaiki/service mengalami kerusakan padaic eeprom(memori),hal ini biasanya akan menjadi kendala terutama pada tv yang data power-on dan setting RGB dan video serta lainnya tersimpan pada memori , jika terjadi kerusakan pada ic memori biasanya jika diganti dengan ic memori kosongan atau ic tv lain yang sudah ada isi datanya tidak akan bisa menyalakan tv alias tidak respon. Hal tersebut terjadi karena data dan format program yang ada pada setiap model tv berlainan apalagi jika beda merk. jika hal ini terjadi biasanya kita akan kesulitan menangani kasus ini agar tv bisa normal kembali. ada solusi untuk masalah tersebut , Alat copy eeprom atau memori adalah

Harga Rp350.000


Gambar Copy eeprom 93xx,25xxx dan 24Cxx series Serial (Com)

Harga Rp250.000

Gambar Copy eeprom 93xx dan 24Cxx series Serial (Com)

Harga Rp200.000

Gambar Copy eeprom 24Cxx series Serial (Com)






Harga Rp150.000



Gambar Copy eeprom 24Cxx series Paralel(LPT)

sebuah alat yang mampu melakukan copy data ke ic yang akan kita pasang ke tv (atau peralatan lain) dengan cara mengambil data aslinya atau yang hampir sama agar supaya bisa direspon oleh ic program tv,dvd, atau peralatan lainnya dapat menyala kembali.
Alat Copy eeprom Ini Bisa digunakan untuk copy data ic memory :

>>Ic memory TV
>>Ic Memory DVD
>>Ic Memory LCD
>>Ic Memory Monitor
>>Ic Memory Recevier Parabola
>>Ic Memory Bios Komputer
>>Ic Memory Lainnya
1.Komputer Pentium 1,2,3 dan seterusnya

2.Di komputer terdapat conector LPT dan COM
3.Instal Program Ponyprog atau sejenisnya
Silakan DOWNLOAD PONYPROG via 4shared.com
atau DOWNLOAD PONYPROG via ziddu.com

untuk cara menggunkan software Ponyprog akan saya kirim lewat email jika anda sudah transfer.
Alat Copy Eeprom dapat digunakan untuk copy data eeprom berikut :


24Cxx Series
24C00 (16 Bytes)
24C01 (128 Bytes)
24C02 (256 Bytes)
24C04 (512 Bytes)
24C08 (1024 Bytes)
24C16 (2048 Bytes)
24C32 (4096 Bytes)
24C64 (8192 Bytes) / 24C65
24C128 (16384 Bytes)
24C256 (32768 Bytes)
24C512 (65536 Bytes)
AT24C01 (128 Bytes)
X24C01 (128 Bytes)
93xx Series
9306
9346
9356
9357
9366
25xxx Series
25L86
25f80

dan masih banyak jenis ic yang dapat diprogram lewat ALAT COPY EEPROM ini.

Mudah mudahan alat ini dapat membantu dan meringankan masalah pada barang elektronik yang sedang kita service/perbaiki

PASANG HARDISK DVD PLAYER



Dvd player saat ini mempunyai fitur yang sangat menarik terutama DVD player Yang ada plug in port USB.Karena dengan adanya fitur ini kita bisa pasang hardisk kedalam DVD Player tersebut sehingga saat memainkan lagu atau movie,jpeg kita tidak lagi membutuhkan kinerja optic dan tidak perlu lagi bergonta ganti Disc.

Dalam postingan saya kali ini akan memaparkan cara pemasangan Hardisk kedalam DVD Player ( Merk dvd player tidak saya sebutkan nanti dikira promosiin product ) namun akan saya jelaskan ciri-cirinya.

Untuk Dvd player saya memilih yang support:
Play file Video format: Mpeg4,Mpeg2 (vcd file format .DAT),DviX,XviD ( DVD compress),AVI,Mpg.
Play Audio saya pilih yang support file format: CDDA (Cd Audio),Mp3,Wma.
PlayFormat picture tentunya format JPEG.
Bisa Copy/Ripping dari Disc Cd audio/Disc Mp3 / Jpeg ke USB ( agar nantinya bisa copy dari disk ke hardisk dari DVD playernya )

Mahalkah Untuk mendapatkan DVD Player yang support seperti itu??? Jawabnya tidak,sudah banyak DVD Player merk china beredar di pasaran yg support seperti diatas harga sekitar Rp.230.000an Sudah dapat.Asalkan kita jeli memilihnya.

Apa yang dimaksud dengan support File Video DviX atau XviD ? Jawabnya ini merupakan format file Video generasi terbaru dimana kita bisa convert dari Disk DVD yang berukuran 4 GB hanya menjadi kurang lebih 450Mb dengan tidak mengurangi kwalitas gambar aslinya.Untuk mendapatkan itu kita harus Convert dahulu Movie dari Disk DVD menjadi file berformat DviX atau XviD.Namun sayang proses Convert DVD menjadi file berformat DviX atau XviD memakan waktu terlalu lama.Saya coba convert 1 disk DVD movie full beserta subtitle (teks) sekitar 2 jam.

Peralatan yang diperlukan pasang hardisk ke DVD Player antara lain:

1.Obeng plus

2.Timah + solder

3.Kabel converter Usb to IDE

4.Hardisk ( percobaan saya memakai hardisk sebesar 10Gb)

5.Bor

6.Kabel Usb 4pin 1pcs

7.Usb female conector 1pcs

8.Usb male conector 1pcs

9.Plat siku alumunium 2pcs

10.Double tape secukupnya

11.conector cable 4pin 2pcs

12.Pcb lubang

13.Tang lancip



Adapun cara perakitannya adalah sebagai berikut:

1.Buka Top cover DVD player,nampak seperti Gbr dibawah ini



2.Lepas Pcb regulator dan Jack audio 5.1Ch (jack audio 5.1Ch ini saya lepas lubangnya buat switch selector nantinya.Toh Jack 5.1Ch tidak asli alias hanya parallel dari front audio saja) tampak seperti gbr berikut



3.Solder Kabel conector 4 pin ke pcb front port USB



4.Akan tampak seperti gbr dibawah ini



5.Pasang Plat siku alumunium ke hardisk buat dudukannya agar hardisk tidak mepet dengan Bottom cabinet agar ada sirkulasi udara panas.Pasang double tape ke plat siku.



6.Hasilnya tampak bawah akan seperti ini



7.Lepaskan pelindung double tape kemudian pasangHardisk ke DVD Player dan tekan agar merekat kuat.



8.Kemudian pasang Kabel USB to IDE Beserta kabel power hardisk bawaan kabel USB to IDE ke pin hardisk.



9.Potong Dan kelupas kabel AC cord regulator Kable USB to IDE ( klo tidak ingin yng asli di kelupas klo punya bekas kan bisa di gunakan) akan tampak seperti gbr berikut



10.Solder kabel AC cord yang sdh dikelupas ke PCB regulator DVD player dan cari hubungan setelah switch power Agar nanti bila power dvd di matikan hardisk juga ikut mati. ( posisi DVD player standby hardisk masih bekerja untuk itu jng mematikan Dvd player dengan mode standby)



11.Pasang Pcb regulator ke dvd player yang mana sebelumnya bottom cabinetnya sdh di bor buat dudukan Pcb regulator.Pasang juga regulator hardisk dengan double tape



12.Buat Rangkaian untuk koneksi Usb to IDE dari 1pc jack male Usb dan 2 socket conector 4pin pada Pcb lubang dan buat rangkaian switch selector yang berfungsi untuk memutus hubungan Hardisk ke Pcb Mpeg Dvd.ini berguna bila kita ingin Copy file dari PC ke hardisk Dvd Player melalui front port USB DVD player



13.Pasang Jack Usb to IDE ke Jack male Pada pcb yang telah dibuat.kemuadian double tape pcb bagian bawah/screw ke bottom cabinet Dvd player



14.Pasang Conector Kabel 4 pin yang telah di solder pada front USB Dvd player ke socket conector 4pin pada pcb yg telah dibuat



15.Pasang rangkaian switch selector ke dvd player dan juga pasang konektor kabelnya ke socket 4pin pada pcb lubang yg telah dibuat.



16.Pemasangan Hardisk ke DVD player sudah selesai.Dan Rapikan kabel-kabel dengan mengikatnya.

17.Selanjutnya membuat 4pin USB kabel data buat transfer data dari PC ke Hardisk Dvd player melalui front port usb pada dvd player.Mengapa kita mebuat sendiri karena pada umumnya Usb kabel data 4pin yg dijual dipasaran ujungnya adalah male usb dan female usb.Sedangkan yang dibutuhkan adalah kabel usb yang kedua ujungnya sama-sama female usb ( jadi tidak umum kan…..).dikarenakan port usb dvd player adalah usb male juga port usb pada Pc.

18.potong ujung kabel usb 4pin yg male usbnya. Dan siapkan Usb female conector

19.kemudian solder kabel usb 4pin yg telah dipotong ke usb female conector.harap Diperhatikan jangan sampai terbalik mensolder kabel usbnyake4pin female usb ( B+ DM,DP,GND ) seperti gbr dibawah ini



20.setelah di solder Masukan kedalam plate cover usb



21.Pasang plastic clamp usb





22.Selanjutnya tinggal menutup Cover USBnya,tekan Cover biar pas ke lubang holder dan jepit dengan tang lancip ujungnya agar kabelnya tidak goyang atau tidak mudah lepas saat ditarik.



23.Setelah selesai bentuknya akan seperti ini



24.Pembuatan Usb kabel data transfer 4 pin selesai.

25.Bila kita ingin transfer data dari Pc ke hardisk tinggal memposisikan switch selector ke posisi transfer.Sebaliknya bila kita ingin play file dari hardisk Dvd player tinggal mengubah posisi switch selector ke play hardisk.( Posisi tombol switch tergantung anda membuat rangkaiannya )Disini saya buat saat switch di tekan berarti play file dari hardisk klo posisi switch off di perlukan saat transfer data dari pc ke hardisk DVD player

Sehingga bentuk akhir dari modifikasi pasang hardisk ke DVD player akan seprti Dibawah ini

























SELAMAT MENCOBA

CATATAN:

- FORMAT HARDISK FAT32

- HARDISK HARUS 1 PARTISI ( bila lebih dari 1 partisi akan dideteksi partisi yang pertama )

- Bila dalam hardisk di buat beberapa folder Dvd player tidak bisa tampilkan folder semuanya tetapi bisa di next atau langsung play ke Nomor file ( tergantung software DVd playernya/setiap merk berbeda2 ) Bila itu terjadi buat saja tiga kelompok folder:music,movie,picture.Jadi semua judul file bisa tampil

- Bila ingin Convert DVD ke DviX atau XviD gunakan saja software “DVD to VCD Avi DviX XviD converter”