Ternyata Presiden Soekarno Lahir di Surabaya, Bukan Blitar

Ternyata Presiden Soekarno Lahir di Surabaya, Bukan Blitar - Rada kaget sih, waktu browsing-browsing dan sampai di Vivanews melihat judul artikel "Soekarno Lahir di Surabaya, Bukan Blitar". Beneran aja orang dari kecil diajarkan sejarah kalau Ir. Soekarno itu lahir di blitar, eh... ini kok di Surabaya. akhirnya langsung aja saya buka. Ini dia isi artikel dari vivanews gan:


Ini yang tertulis dalam buku-buku sejarah: Presiden pertama RI, Soekarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Namun, menurut Ketua Umum Soekarno Institute, Peter A. Rohi, nyatanya proklamator Indonesia itu dilahirkan di Surabaya, tepatnya di Jalan Pandean IV/40. Untuk meluruskan sejarah, warga Surabaya akan memasang prasasti di rumah tersebut pada 6 Juni 2011 mendatang, bertepatan dengan hari ulang tahun Soekarno.


Prasasi itu dipasang sebagai tanda bahwa Soekarno benar-benar dilahirkan di Surabaya, bukan di Blitar seperti yang selama ini ditulis dan disebarluaskan ke masyarakat.

"Di Jakarta ada prasasti Barack Obama, padahal dia Presiden AS dari negara lain. Masak di Indonesia tidak ada prasasti Soekarno? Kami akan memasangnya di rumah kelahiran Sang Proklamator dan juga Presiden Pertama Soekarno," kata Peter, Selasa, 31 Mei 2011.

Peter menjelaskan, nantinya, prasasti akan dibuka dan diresmikan langsung oleh Prof. Ir. Hariono Sigit, putra dari Utari atau istri pertama Ir. Soekarno. Dalam prasasti tertera gambar Soekarno dan tulisan berisi penegasan rumah kelahirannya.

Dijelaskan Peter, Bung Karno lahir di sebuah rumah kontrakan di Jalan Lawang Seketeng, Surabaya, yang sekarang berubah nama menjadi Jalan Pandean IV. Ayahnya bernama Raden Soekemi seorang guru Sekolah Rakyat dan ibunya bangsawan Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai. "Jalan Lawang merupakan tempat berkumpulnya 'Laskar Pemuda Revolusi' pimpinan Soekarno di zaman penjajahan dulu. Di kampung tersebut juga ada rumah Mayjen Soengkono, Bung Tomo, serta Gubernur Suryo," terangnya.

Mengomentari kelahiran Sang Proklamator yang disebut lahir di Blitar, Peter sangat menyayangkan sikap pemerintah. Padahal, lanjutnya, berbagai buku-buku sejarah dan arsip nasional mencatat Soekarno dilahirkan di Surabaya. "Saya heran kenapa sejarah diputarbalikkan begitu?"

Bahkan, tegas Peter, mantan Kepala Perpustakaan Blitar sudah mengakui hal itu.

Untuk menguatkan dalilnya, lelaki tersebut menunjukkan puluhan koleksi buku sejarah yang menuliskan Soekarno lahir di Surabaya. Di antaranya, buku berjudul 'Soekarno Bapak Indonesia Merdeka' karya Bob Hering, 'Ayah Bunda Bung Karno' karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tahun 2002, 'Kamus Politik' karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950, 'Ensiklopedia Indonesia' tahun 1955, 'Ensiklopedia Indonesia' tahun 1985, dan 'Im Yang Tjoe' tahun 1933 yang ditulis kembali oleh Peter A. Rohi dengan judul 'Soekarno Sebagai Manoesia' pada tahun 2008.

Peter berharap bangsa Indonesia mengetahui dan menyadari kekeliruan ini. "Harus disadari, bahwa selama ini keliru, Soekarno bukan dilahirkan di Blitar tetapi di Surabaya," katanya bersemangat.

Ia menceritakan, pasca tragedi G30S/PKI, semua buku sejarah ditarik dan diganti di Pusat Sejarah ABRI pimpinan Nugroho Notosusanto. "Tapi saya heran, kenapa ada pergantian kota kelahiran Soekarno?" (Laporan: Tudji Martudji, SurabayaNah aneh kan... ternyata selama ini kita mendapatkan literatur yang di simpangkan sewaktu G30SPKI. Semoga saja bisa di luruskan kembali.

Mengenal Syekh Kholil



Sungguh benarlah kiranya pernyataan dan keputusan Kyai Sholeh (Pengasuh Pondok Pesanteren Bunga, Gresik, Jawa Timur). Kholil, si bocah Madura itu, bukanlah anak sembarangan. Beberapa puluh tahun kemudian Kholil menjadi seorang syekh yang sangat dihormati. Banyak muridnya yang menjadi ulama besar di Madura dan Jawa. Usia Syekh Kholil lebih dari 100 tahun. Subhananlloh, murid-muridnya pun banyak yang berusia di atas 100 tahun.

Sebagian murid Kiai Kholil yang mudah dikenal saat ini, antara lain KH Hasyim Asy’ari, pendiri, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di seluruh dunia. KH Hasyim Asy’ari juga tercatat sebagai Pahlawan Nasional. Cucu KH Hasyim Asy’ari, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah mantan Ketua PB NU dan Presiden RI ke-3.

KH R As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo), juga murid Syekh Kholil. Begitu juga KH Wahab Hasbullah (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang), yang juga pernah menjabat sebagai Rais Aam NU (1947 – 1971). Muridnya yang lain adalah KH Bisri Syamsuri (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang), KH Maksum (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang, Jawa Tengah), KH. Bisri Mustofa (Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Rembang/Dikenal sebagai mufassir Al Quran).

Di Madura sendiri, yang menjadi murid Syekh Kholil adalah KH Hasbullah Abubakar Tebul (Kwayar Bangkalan, Madura/Makam Kramat Pantai Kedung Cowek Surabaya), KH Muhammad Thohir Jamaluddin ( Sumber Gayam, Madura). Dan masih banyak lagi ulama-ulama besar yang menjadi murid Syekh Kholil yang dikenal luas hingga saat ini.

Untuk mencapai martabat setinggi itu, Syekh Kholil melaluinya dengan perjuangan berliku. Ia berguru di beberapa pondok pesanteren di Indonesia, dengan melalui kehidupan yang memprihatinkan.

Ada cerita menarik ketika Kholil belajar di Pesantren Banyuwangi, yang mempunyai kebun kalapa yang sangat luas. Kholil santri menjadi buruh memetik kelapa dengan upah 80 pohon mendapat tiga sen. Semua hasil memetik kelapa disimpan di dalam peti, lalu di persembahkan pada Kyai.

Untuk biaya makan sehari-hari, Kholil santri menjalani kehidupan prihatin. Terkadang mengisi bak mandi, mencuci pakaian dan piring. Kholil santri sering menjadi juru masak kebutuhan teman-temannya. Dari kehidupan prihatin itu Kholil santri mendapat makan cuma-cuma.

Sesudah cukup di pesantren itu, gurunya menganjurkan Kholil untuk melanjutkan belajarnya ke Makkah. Uang dalam peti yang dahulu dihaturkan kepada kyai diserahkan kembali pada Kholil sebagai bekal belajar di Makkah.

Suatu hari, Kholil pulang menemui Nyai Maryam (kakaknya). Kholil berkata: “Kak, saya mau pamit berangkat ke Makkah.”

“Mau berangkat kapan, Lil?” tanya Nyai Maryam.

“Sore ini, kak,” jawab Syekh Kholil.

“Kalau begitu tunggu aku masak nasi dulu, ya, Lil. Kamu makan dulu sebelum berangkat.”

Setelah makanan siap, Syekh Kholil pun makan dan kemudian pamit berangkat ke Makkah. Kholil berjalan ke arah Barat dan Nyai Maryam menatap kepergiannya sampai tak terlihat.

Selama dalam perjalanan ke Makkah, Kholil selalu dalam keadaan berpuasa dan mendekatkan diri kepada Allah. Siang hari membaca Al-Qur’an dan shalawat, malam hari wirid dan taqarub kepada Allah.

Setibanya di Makkah, Kholil segera bergabung dengan teman-temannya dari Jawa. Banyak para Syaikh yang Kholil datangi. Kebiasaan hidup sederhana dan prihatin tetap dijalankan seperti waktu di pesantren Jawa. Kholil sering makan kulit semangka. Sedangkan minumannya dari air zamzam.

Begitu dilakukannya terus menerus selama empat tahun di Makkah. Hal ini mengherankan teman-teman seangkatannya, seperti Nawawi dari Banten, Akhmad Khatib dari Minang Kabau, dan Ahmad Yasin dari Padang.

Dalam mengarungi lautan ilmu di Makkah, disamping mempelajari ilmu dhohir (eksoterik), seperti tafsir, hadits, fikih dan ilmu nahwu, juga mempelajari ilmu bathin (isoterik) ke pelbagai guru spiritual. Kholil mencatat pelajarannya menggunakan baju yang dipakainya sebagai kertas tulis. Setelah dipahami dan dihafal lalu dicuci, kemudian dipakai lagi.

Tercatat guru spiritual Kholil adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibnu Abdul Ghofar yang bertempat tinggal di Jabal Qubais. Syaikh Ahmad Khatib mengajarkan Thariqoh Qodariyyah wan Naqsyabandiyyah.

Syek Ali Ar-Rahbini adalah salah satu guru terdekat Syekh Kholil di Makkah. Syekh Ali bin Muhammad Amin bin Athiyyah Ar-Rahbini punya putra bernama Syekh Muhammad bin Ali, lahir pada tahun 1286 H (1871) dan wafat tahun 1351 H (1934). Syekh Muhammad bin Ali lebih muda 36 tahun dari Syekh Kholil.

Sepulang dari Makkah, Kholil tinggal bersama Nyai Maryam (kakaknya), di Keramat. Kholil bekerja di kantor pejabat Adipati Bangkalan sebagai penjaga dan kebagian jaga malam.

Kanjeng Adipati kemudian mengganti tugas Kholil menjadi pengajar keluarga Adipati, dan akhirnya dihormati dan dicintai sebagai ulama. Kerabat Adipati menikahkan Syekh Kholil dengan Nyai Assek (30 Rajab 1278 H/1861 M).

Setelah menikah dengan Nyai Assek, Syekh Kholil mendapatkan hadiah dari sang mertua, Ludrapati, berupa sebidang tanah di Desa Jangkibuan. Beliau pun membangun rumah dan pesantren di tanah itu. Beliau mulai menerima santri sambil mengajar di Keraton Adipati.

Syekh Kholil mengukir prestasi dengan cepat. Nama beliau cepat dikenal oleh masyarakat. Banyak teman mondok beliau seaktu Jawa tidak percaya bahwa Kholil sebagai ulama besar.

Karena penasaran, ada temannya yang sengaja datang ke Bangkalan. Setibanya di bangkalan, orang itu bertanya pada seseorang, “Mana rumah Syekh Kholil?” Orang yang ditanya menunjukkan arah rumah Syekh Kholil. Temannya itu ternyata melihat banyak binatang buas di itu.

“Tapi tempat itu bukan rumah, kok, Pak. Di situ saya lihat banyak binatang buasnya,” kata orang yang berkunjung itu.

“Ah, masa? Baiklah, mari saya antar.”

Begitu tiba di tempat itu, temannya melihat sebuah rumah yang dikerumuni binatang buas. Bersamaan dengan itu keluarlah Syekh Kholil dan binatang-binatang itupun langsung pergi. Melihat yang keluar adalah benar-benar Kholil yang ia kenal, maka orang itu itu pun langsung mencium tangan Syekh Kholil.

Meskipun sudah terkenal, hubungan Syekh Kholil dengan keluarga Ar-Rahbini berlangsung sampai pada cucu gurunya, yaitu Syekh Ali bin Muhammad bin Ali Ar-Rahbini.

Cerita kedatangan Syekh Ali ke Indonesia (Madura) cukup menarik sebagai salah satu cerita karomah Syekh Kholil. Syekh Ali datang ke Indonesia pada tahun 1921. Waktu itu Syekh Ali masih berusia 18 tahun dan berguru kepada Syekh Kholil.

Pada suatu pagi setelah shalat shubuh, seperti biasa Syekh Kholil mengajar santri di mushalla. Tiba-tiba Syekh Kholil menutup kitab dan berkata: “Sebentar lagi ada tamu agung, yaitu cucu dari guruku, Syekh Ali bin Muhammad bin Ali Ar-Rahbini.” Padahal, waktu itu belum ada telepon.

Setelah Syekh Ali datang, Syekh Kholil menyuruh santri untuk mengambil tiga gelas di atas nampan. Gelas yang pertama diisi air putih. Gelas kedua diisi susu. Gelas ketiga diisi kopi.

Syekh Kholil kemudian berkata pada santri-santri: “Apabila Syekh Ali minum susu, Insyaallah beliau tidak lama di Indonesia. Apabila Syekh Ali minum air putih, Insyaallah beliau akan tinggal lama di Indonesia dan akan pulang ke Makkah. Apabila Syekh Ali minum kopi, Insyaallah beliau terus tinggal di Indonesia.”

Para santri pun menunggu saatnya Syekh Ali memilih di antara tiga gelas itu. Ternyata Syekh Ali memilih dan meminum kopi. Kontan saja para santri bersorak gembira. Syekh Ali hanya tersenyum saja, karena tidak mengerti apa yang terjadi.

Kisah lainnya adalah Syekh Ali pun menikahkan salah satu cucunya dengan seorang cucu Syekh Kholil. Ketika lahir anak pertama dari pasangan sang Kyai cucu Syekh Kholil dan sang Nyai cucu Syekh Ali, maka Syekh Ali memberi nama bayi itu Kholi”.

Syekh Kholil awalnya keberatan, karena sudah banyak yang bernama “Kholil” di keluarga beliau. Syekh Ali berkata: “Biarpun sudah ada seribu ‘Kholil’, tetap harus diberi nama ‘Kholil’. Seribu ‘Kholil’ seribu barokah!” Anak itu pun diberi nama “Kholil”.

Begitulah kisahnya, yang dianggap hanya sebagai Bocah dari Madura itu ternyata menjadi Syekh yang sangat luar biasa. Kyai As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo Asembagus, Situbondo), menuturkan bahwa pada saat Kyai Kholil berzikir di ruangan majelis dzikir, apabila lampu dimatikan sering terlihat sinar biru yang sangat terang memenuhi ruangan tersebut. (*Penulis adalah wartawan tinggal di Jakarta/Bahan disarikan dan diolah kembali dari Majelis Taklim Bi Zikrillah)

5 ibu negara tercantik di dunia tahun 2011

Kecantikan dan keindahan Adalah Salah satu power wanita dan nilai plus untuk menarik simpati bagi yang melihatnya, khususnya bagi pasangannya agar merasa nyaman di dekatnya, karena tak ada seorang Normal yang menyukai ketidak indahan.
Menjadi seorang pendamping hidup sang pemimpin negara dituntut untuk cerdas n pintar, terlebih klo ia memiliki paras yang cantik, karena itulah yang akan menjadi nilai plus untuknya.
Berikut 5 ibu negara yng memiliki paras yang cantik, chek n ricek:
1. Ratu Rania Al Abdullah (Yordania)



Ratu Rania Al-Abdullah jauh lebih dari sekedar ratu. Kecantikan dan kecerdasan Ratu Yordania membuatnya masuk daftar majalah Forbes dari 100 wanita di dunia yang paling berpengaruh di 2009 pada rangking # 76 lebih baik dibandingkan tahun 2005 peringkat # 81.
Dianggap oleh Barat (dia telah diwawancarai berkali-kali, termasuk penampilan setengah jam pada Oprah), ia diberi nama wanita ketiga yang paling indah di dunia oleh majalah Harpers dan Ratu pada tahun 2005.
2. Asma Al Assad (Syiria)



Dengan prestasi tinggi di perbankan investasi, tidak seperti ibu negara lainnya di Suriah, dia memiliki peran politik yang penting di negeri ini saat ia berpartisipasi dalam berbagai peristiwa politik dan diplomatik. Dia adalah sal;ahsatu pembuat keputusan yang paling penting di Syria. Terpengaruh oleh ide-ide liberal di bidang ekonomi, ia berusaha untuk mengubah suaminya untuk menjadi liberalisme.
Dia juga terlibat dalam organisasi-organisasi amal dan kemanusiaan, serta gerakan bagi emansipasi wanita Syria.
3. Mehriban Aliyeva (Azerbaijan)



Ibu Negara Mehriban Aliyeva merupakan wanita yang stylis, Masyarakat cinta pada first lady yang punya rasa yang kuat dalam berpakaian, seperti gaya Michelle Obama dan Carla Bruni . Mehriban Aliyeva sangat sadar dalam berpenampilan. Dia cantik,dan merupakan lulusan seorang dokter medis yang berkualitas.
4. Carla Bruni Sarkozy (Perancis)



Carla Bruni-Sarkozy adalah orang Italia keturunan Perancis. Wanita bernama lengkap Carla Gilberta Bruni Tedeschi ini lahir 23 December 1967 di Turin Italia). Keluarganya pindah ke Perancis sejak tahun 1975, Bruni besar di Perancis pada usia 7 tahun dia sekolah di Boarding School di Swiss lalu melanjutkan kuliah Seni dan arsitektur di Perancis tapi dia meninggalkan kuliahnya untuk berkarir sebagai model.
Carla Bruni bertemu dengan presiden Perancis Nicolas Sarkozy bulan November 2007 disebuah pesta makan malam, saat itu Sarkozy sudah bercerai dari Istri keduanya. Mereka menikah bulan Februari 2008 di paris hingga saat ini Carla Bruni masih berstatus sebagai warga Negara Itali.
5. Princess lalla salma (Maroko)



Wanita yang memiliki keindahan rambut warna merah ini juga memiliki sifat low profile yang disukai banyak orang di berbagai dunia. Bahkan keberhasilannya melawan kanker membuat dirinya semangat mendirikan asosiasi pencegahan kanker pertama di negaranya.

Singkong Tenagai Motor





DI tengah kegalauan masyarakat tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya jenis bensin, sebuah terobosan mulai dilakukan di Jawa Barat. Sejumlah kelompok masyarakat mulai mengolah singkong menjadi bio-etanol pengganti bensin, dan memakainya sebagai BBM kendaraan.

Sepak terjang kelompok masyarakat itu selalu mempromosikan “Gerakan Cinta Singkong”. Gerakan itu mendapat dukungan penuh dari Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf. “Singkong selama ini selalu dipandang rendah sebagai makanan murahan dan merusak lahan. Kami ingin mengubah persepsi itu,” kata Dede, Jumat (2/3/12) di Gedung Sate, Jln. Diponegoro No. 22, Kota Bandung.

Tidak semata-mata ucapan, Dede mempraktikkannya setiap berkunjung ke berbagai daerah ketika menggunakan motor trailnya. Termasuk saat menjalani hobi motor trailnya tersebut. “Saya selalu memakai bio-etanol singkong itu sejak tahun lalu. Porsinya fifty-fifty. Setengahnya bensin biasa, setengahnya bio-etanol. Dan alhamdulillah lancar-lancar saja. Tarikan mesin lebih gahar dan bertenaga,” katanya.

Dede menuturkan, sebenarnya bisa saja seluruh pasokan di motornya memakai bio-etanol. “Tapi tidak cocok karena oktannya tinggi. Lebih dari pertamax. Bio-etanol singkong ini lebih cocok dipakai untuk kendaraan-kendaraan yang dipacu dengan rpm tinggi seperti motor balap atau mobil balap,” ucapnya.

Ketertarikan Dede terhadap bio-etanol singkong itu untuk membuka kesadaran masyarakat dan pemerintah soal kemandirian energi dan pangan. Melalui singkong, dua hal itu bisa diantisipasi. “Bahan bakar fosil di Indonesia akan habis dalam 25 tahun ke depan. Sementara untuk dunia, diprediksi bakal habis 50 tahun lagi. Dan ini saatnya untuk memulai walaupun bisa dikatakan terlambat karena negara-negara lain sudah melakukannya sejak jauh hari,” katanya.

Dede menjelaskan, sebagai pilot project, telah ada sekitar 2.000 hektare kebun singkong yang tersebar di beberapa kabupaten di Jabar antara lain Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Indramayu, Kab. Cianjur, dan Kab. Bogor. “Kami memanfaatkan lahan-lahan tidur di daerah itu dan menyertakan warga setempat. Itu penting agar nanti masyarakat pun bisa melakukannya di lahan-lahan tidur lainnya,” ujarnya.

Menurut Dede, singkong yang ditanam bukan singkong biasa. Jika singkong biasa, dari satu batang menghasilkan sekitar 5 kilogram singkong. “Kalau ini singkong hibrid dari hasil kultur jaringan. Jadi dari satu batang, bisa menghasilkan 30-40 kilogram,” ucapnya.

Singkong hibrid itu bisa disebut bibit unggul. Bisa tumbuh dengan baik di berbagai ketinggian mulai dari 0 meter dpl (di bawah permukaan laut) hingga 1.400 meter dpl. “Airnya pun tidak banyak. Bisa cukup dari air hujan. Dan yang terpenting, pupuknya bukan pupuk kimia. Pupuknya berasal dari ampas singkong itu. Kami menyebutnya pupuk bakteri karena dari bakteri di ampas singkong tadi,” ujarnya.

Dari 2.000 hektare kebun singkong tadi, bisa menghasilkan sekitar 2.000 liter bio-etanol. Artinya, hasil panen singkong hibrid dari 1 hektare lahan, menghasilkan sekitar 1 liter bio-etanol.

“Singkong-singkong itu difermentasi dan diambil acinya. Itu sekitar 10 persen dari hasil panen. Sembilan puluh persen sisanya bisa dimanfaatkan untuk tepung, makanan ternak, pupuk, dan lainnya. Sepuluh persen yang difermentasi itu nantinya didestilasi menghasilkan bio-etanol dengan oktan tinggi,” kata Dede.

Pangeran Samber Nyawa, Soeharto, dan SBY



Jumat (24/2/2012) pagi pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka Musyawarah Nasional IX Generasi Muda Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI-Polri di Pondok Gede, Jakarta. SBY mendukung apa yang diserukan GM FKPPI agar terjadi perubahan paradigma dan perilaku gerakan kepemudaan dari yang bernuansa demonstratif menjadi gerakan intelektualisme.

”Kita ingin negara kita kaya akan paradigma seperti itu sehingga tidak kering idealisme dan bisa menata serta membangun diri lebih baik. Saya harap FKPPI menjadi dan memberi contoh memperkuat persaudaraan dan solidaritas serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” begitu antara lain cuplikan kata-kata SBY dalam pidatonya.

Ajaran Samber Nyawa

Pertemuan SBY dengan GM FKPPI ini mengingatkan pertemuan serupa 17 tahun lalu di tanah pertanian dan peternakan di Tapos, Bogor, Jawa Barat, antara Presiden Soeharto dan FKPPI. Dalam pertemuan hari Minggu, 18 Juni 1995, itu, selain menjelaskan tentang posisi ABRI di DPR/MPR, Soeharto juga menjelaskan tentang filsafat hidup sesuai dengan ajaran Pangeran Samber Nyawa atau Kanjeng Gusti Mangkunegara I (1757-1795).

Di masa itu, kata Soeharto, walaupun belum ada pemerintahan sistem republik, yakni masih kerajaan, tetapi telah dikembangkan kepemimpinan demokratis, yaitu menempatkan kepentingan rakyat sebagai yang utama. ”Salah satu wasiat peninggalan Kanjeng Gusti Mangkunegara atau Pangeran Samber Nyawa ialah yang disebut Tridharma waktu berjuang melawan VOC atau Belanda. Beliau memberikan ajaran itu kepada para pengikutnya, kepada para kawulanya, sebagai pegangan hidup,” ujar Soeharto di kawasan yang dingin dan saat itu sapi-sapi sedang melenguh-lenguh.

Menurut Soeharto, Pangeran Samber Nyawa mengajarkan bahwa dalam membela negara seluruh bangsa hendaknya rumangsa melu handarbeni (merasa memiliki), wajib melu hangrungkebi (merasa ikut membela). ”Ajaran ketiga adalah mulat sarira hangrasa wani atau mawas diri. Kita perlu selalu mawas diri apakah darma kesatu dan kedua sudah ada dalam diri kita,” ujar Soeharto saat itu.

Ketika terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun 1983/1984, Soeharto memberi instruksi kepada Menteri Tenaga Kerja Sudomo untuk mencoba menerapkan ajaran Pangeran Samber Nyawa itu guna menyelesaikan masalah yang terjadi. Ketika itu, Sudomo banyak turun ke perusahaan-perusahaan besar yang mulai menggunakan tenaga mesin untuk menggantikan manusia. Sudomo berdialog dengan para pengusaha dan buruh. Dalam dialognya, Sudomo mencoba menyerukan ajaran Tridharma ini.

Ketika di Tapos itu Soeharto juga mengajarkan tentang filsafat kepemimpinan yang didalami dari dunia pewayangan, yaitu di masa Ramayana (Rama dan Shinta). Ini merupakan ajaran Hastabrata atau pegangan untuk mereka yang sedang menjadi pemimpin masyarakat.

”Ketika berkelana di hutan belantara, Prabu Rama mengajarkan kepada salah seorang adiknya, Baratha, untuk mempelajari sifat dan laku alam semesta ini, yaitu samudra, angkasa, angin, matahari, bulan, api, dan bintang,” ujar Soeharto ketika itu.

Selama tahun 1995 itu, beberapa kali Soeharto berkisah tentang ajaran wayang dan Pangeran Samber Nyawa. Kini, makam Soeharto tidak jauh dari makam Pangeran Samber Nyawa. Kedua makam itu kini didatangi banyak orang dari berbagai tempat di Indonesia, terutama mereka yang ingin jadi pemimpin atau mencari pemimpin bangsa. (J Osdar)