MENGENAL AWAL KEMASYHURAN MAULANA RUMI


Maulana Jalaluddin Balkhi Rumi atau lebih dikenal Jalaluddin Rumi, punya banyak sekali pengagum. Sufi kelahiran Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207 itu dikenal sebagai salah satu humanis terbesar sepanjang masa. Selain toleransi, dia selalu menekankan pentingnya saling pengertian dan akses ke ilmu pengetahuan melalui cinta.


Rumi juga dikenal sebagai sufi yang mendekati Tuhan lewat cintanya, bukan lewat kerja fisik. Lewat cinta pula, Rumi meyakini setiap manusia akan mampu mengenali dunia dengan lebih sempurna. Dibanding karya penyair yang lain, puisi-puisi Rumi sering sekali mengungkapkan kisah-kisah yang mengandung banyak makna simbolik.


Berbagai puisi itu juga memberi gambaran bahwa posisi Tuhan bagi Rumi tidaklah bisa ditandingi oleh apa pun. Sedangkan kehidupan para nabi, kerap dijadikan kisah yang memberi cermin tentang hidup menawan yang memberi banyak keteladanan.


Maulana Rumi juga senantiasa menekankan agar setiap orang terus memikirkan orang di sekitarnya, dan mencintai mereka sebagai manusia ciptaan Allah. Dengan melakukan ini, semua manusia menjadi bisa merasakan akan sifat ketergantungan satu sama lain.


Jika dikaitkan dengan kondisi yang kini terjadi, ajaran-ajaran Rumi menjadi terasa sangat penting untuk dihadirkan kembali. Dalam kondisi nyata memang puisi-puisi Rumi itu abadi. Tapi, praktik kehidupan sehari-hari tidak mampu memaknai pesan toleransi dan kemanusiaan rumi itu dengan baik.


Peristiwa yang terjadi pada beberapa waktu terakhir memberi gambaran betapa jurang pemisah semakin menganga di antara komunitas-komunitas dan bangsa-bangsa. Kesenjangan itu telah membangkitkan kekhawatiran yang meluas, runtuhnya rasa toleransi, dan memakan banyak korban. Dalam hidupnya, Rumi melahirkan karya besar berjudul Masnawi.


Buku yang ditulisnya selama 15 tahun itu berisi 20.700 bait syair yang penuh makna. Karya tulis lain yang ditinggalkan Rumi adalah Ruba'iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1.600 bait), Maktubat, serta Fiihi Maa fiihi. Semua itu mengandung nasihat penting perdamaian yang sebenarnya sangat relevan jika diterapkan untuk menekan kesenjangan yang kini terjadi.


Setelah memberi pelajaran hidup yang sangat bermakna, Rumi berpulang dalam usia 68 tahun. Maulana Rumi wafat pada 5 Jumadil Akhir 672 H. Kepergian Rumi untuk selamanya ini mengundang kesedihan banyak orang. Banyak sekali orang berkerumun untuk mengantarkannya ke peristirahatan terakhir. Mereka sangat kehilangan orang yang selama ini sangat dihormati. Kendati Rumi telah berpulang, ajaran-ajaran tasaufnya yang sarat dengan pesan cinta dan perdamaian akan tetap hidup.